BAGIAN 2 |
Telah dipaparkan pada
buletin AL-IMAN edisi sebelumnya delapan macam shalat sunnah. Pada edisi kali
ini, kami akan melengkapi pembahasan tersebut dengan mengetengahkan beberapa
shalat sunnah lainnya. Semoga bermanfaat. Selamat menyimak!
9.
SHALAT TAUBAT.
Dari Ali bin Abi Thalib z ia berkata: Rasulullah n bersabda:
“Tidaklah seorang hamba melakukan dosa lalu dia
bangkit dan bersuci kemudian mengerjakan shalat, serta minta ampun kepada
Allah, kecuali ia akan diampuni, seraya membaca ayat: ‘Dan (juga)
orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri
sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka
dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? dan mereka
tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui. (QS. Ali Imran:
135)” (HR. Tirmidzi, no.
406, Abu Dawud, no. 1521)
10.
SHALAT SEPULANG DARI SAFAR.
Ka’ab bin Malik zpernah bercerita: “Rasulullah
n dahulu bila datang dari
suatu perjalanan, beliau langsung menuju ke masjid, lalu mengerjakan shalat 2
rakaat, setelah itu duduk untuk menyambut orang-orang.” (HR. Bukhari, no. 4418,
Muslim, no. 2769)
11.
SHALAT ISTIKHARAH.
Rasulullah n telah memerintahkan para
sahabatnya agar mereka memohon pertolongan kepada Allah ta’ala dalam
segala urusan. Di antaranya dengan mengajarkan shalat istikharah kepada mereka
sebagai pengganti dari hal yang biasa mereka lakukan pada masa jahiliyah seperti
meramal, memohon kepada berhala dan melihat peruntungan.
Dari Jabir bin Abdillah z, ia berkata: Rasulullah n pernah mengajarkan
istikharah kepada kami dalam segala urusan, sebagaimana beliau mengajari kami
surat dari al-Quran. Beliau n bersabda:
إِذَا هَمَّ أَحَدُكُمْ بِالأَمْرِ، فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ مِنْ غَيْرِ الْفَرِيْضَةِ.
“Bila
seorang dari kalian bertekad untuk melakukan sesuatu, hendaklah dia
melaksanakan shalat 2 rakaat diluar shalat wajib.” (HR. Bukhari, no. 1162)
12. SHALAT
GERHANA BULAN DAN GERHANA MATAHARI.
Hukum shalat gerhana
bulan dan matahari adalah sunnah mu`akkadah (sangat dianjurkan). Dari
‘Aisyah x, dia bercerita bahwa
pada masa Rasulullah n pernah terjadi
gerhana matahari, lalu beliau mengerjakan shalat bersama orang-orang. Beliau
berdiri dan memanjangkan waktu berdiri, lalu beliau ruku’ dan memanjangkannya.
Kemudian beliau berdiri dan memanjangkannya -berdiri yang kedua ini tidak
selama berdiri yang pertama-, setelah itu beliau ruku’ dan memanjangkan
rukunya, rukunya ini lebih pendek dari ruku pertama. Selanjutnya beliau sujud
dan memanjangkannya. Kemudian beliau mengerjakan rakaat kedua seperti apa yang
beliau kerjakan pada rakaat pertama, setelah itu beliau berbalik sedang
matahari telah muncul, lalu beliau menyampaikan khutbah kepada para sahabatnya.
(HR. Bukhari, no. 1044, Muslim, no. 901)
Disyariatkan untuk
melaksanakannya di masjid secara berjamaah tanpa didahului adzan dan iqamah.
13.
SHALAT IDUL FITRI DAN IDUL ADHA.
Ulama menjelaskan bahwa
shalat Ied hukumnya wajib. Sedang sebagian yang lain menyatakan sunnah. Namun Rasulullah
n dahulu sekalipun tidak
pernah meninggalkannya, baik shalat Idul Fitri maupun Idul Adha.
Dari Ummu ‘Athiyyah n ia berkata: “Pada dua
hari raya kami diperintah untuk mengajak keluar gadis-gadis yang sudah baligh
dan wanita-wanita yang biasa berada di rumah. Namun mereka yang sedang haidh
diperintahkan untuk menjauh dari tempat shalat kaum muslimin.” (HR.
Bukhari, no. 974, Muslim, no. 890)
14.
SHALAT ISTISQO`.
Allah ta’ala
mensyariatkan bagi kaum muslimin untuk keluar menuju lapangan dalam rangka
melaksanakan shalat istisqo` bila mereka kesulitan mendapatkan air atau
ketika terjadi musim kemarau yang berkepanjangan.
Abdullah bin Zaib z berkata: “Nabi n keluar menuju lapangan
untuk sholat istisqo`. Beliau menghadap kiblat lalu mengerjakan sholat 2
rakaat dan membalikkan selendangnya (sebelah kanan diletakkan ke sebelah
kiri).” (HR. Bukhari, no. 1027, Muslim, no. 894)
15.
SHALAT JENAZAH.
Shalat jenazah hukumnya
fardhu kifayah. Menjelaskan tentang keutamaannya, Rasulullah n bersabda:
مَنْ خَرَجَ مَعَ جَنَازَةٍ مِنْ بَيْتِهَا وَصَلَّى عَلَيْهَا، ثُمَّ تَبِعَهَا حَتىَّ تُدْفَنَ، كَانَ لَهُ قِيْرَاطَانِ مِنْ أَجْرٍ، كُلُّ قِيْرَاطٍ مِثْلُ أُحُدٍ، وَمَنْ صَلَّى عَلَيْهَا ثُمَّ رَجَعَ كَانَ لَهُ مِنَ الأَجْرِ مِثْلُ أُحُدٍ.
“Barangsiapa berangkat bersama jenazah dari rumah duka
dan menshalatkannya, kemudian mengikutinya sampai dikebumikan, maka baginya
pahala 2 qirath, 1 qirath sebesar gunung uhud. Dan barang siapa menshalatkan
jenazah dan kemudian ia pulang, maka baginya pahala seperti gunung uhud.” (HR. Bukhari, no. 1325,
Muslim, no. 945)
16.
SHALAT THAWAF 2 RAKAAT.
Shalat thawaf 2 rakaat
dilakukan setelah melakukan thawaf sebanyak 7 putaran mengelilingi ka’bah.
Allah ta’ala berfirman:
â øÎ)ur
$uZù=yèy_
|Møt7ø9$#
Zpt/$sWtB
Ĩ$¨Z=Ïj9
$YZøBr&ur
(#räϪB$#ur
`ÏB
ÏQ$s)¨B
zO¿Ïdºtö/Î)
~?|ÁãB
(
ÇÊËÎÈ
á
“Dan
ingatlah ketika Kami menjadikan Baitullah tempat berkumpul bagi manusia dan
tempat yang aman. Dan Jadikanlah sebahagian maqam Ibrahim (tempat
berdiri diwaktu membangun ka'bah) sebagai tempat shalat.” (QS.
al-Baqarah: 125)
17.
SHALAT DI MASJID QUBA.
Dari Sahl bin Hunaif, ia
berkata: Rasulullah n bersabda:
مَنْ خَرَجَ حَتىَّ يَأْتِيَ هَذَا الْمَسْجِدَ - مَسْجِدُ قُبَاء – فَصَلَّى فِيْهِ رَكْعَتَيْنِ كَانَ لَهُ عَدْلَ عُمْرَةٍ.
“Barang
siapa yang keluar (dari rumahnya) hingga sampai masjid ini -masjid quba-
kemudian shalat 2 rakaat, maka pahalanya sebanding dengan umrah.” (HR. Nasa`i, II/37, Ibnu
Majah, no. 1412)
PERMASALAHAN PENTING SEPUTAR SHALAT SUNNAH
1.
Mengerjakan Shalat Sunnah Di Rumah Lebih Utama.
Rasulullah n bersabda: “Bila
seorang dari kalian menyelesaikan shalat (wajib) di masjid, hendaklah ia
mengerjakan sebagian dari shalatnya di rumah. Karena Allah akan menjadikan
cahaya di rumahnya lantaran shalat tersebut.” (HR. Mulsim, no. 778)
Dari Zaid bin Tsabit
bahwasanya Nabi n bersabda: “Kerjakanlah
shalat di rumah-rumah kalian, sebab sebaik-baik shalat seseorang adalah di
rumahnya kecuali sholat wajib.” (HR. Bukhari, no. 6113, Muslim, no. 781)
2.
Mengerjakan Amalan Sunnah Secara Rutin.
Nabi Muhammad n bersabda:
“Wahai sekalian manusia, kerjakanlah amalan sesuai
kemampuan kalian, karena Allah tidak akan pernah merasa bosan (memberi pahala)
sampai kalian merasa bosan, sesungguhnya amalan yang paling disukai Allah
adalah yang dikerjakan secara rutin meski hanya sedikit.” (HR. Bukhari, no.43,
Muslim, no. 782)
3.
Shalat Sunnah Sambil Duduk.
Dari Imran bin Hushain z -ketika menderita
penyakit wasir- dia bercerita: “Aku pernah bertanya kepada Rasulullah n perihal shalat seseorang
dengan duduk. Beliau n menjawab:
إِنْ صَلَّى قَائِمًا فَهُوَ أَفْضَلُ، وَمَنْ صَلَّى قَاعِدًا فَلَهُ نِصْفُ أَجْرِ الْْقَائِمِ، وَمَنْ صَلَّى نَائِمًا فَلَهُ نِصْفُ أَجْرِ الْقَاعِدِ.
“Jika dia shalat sambil berdiri maka itu yang utama. Dan
barang siapa mengerjakan shalat sambil duduk, maka baginya setengah pahala
orang yang shalat sambil berdiri. Dan barang siapa mengerjakan shalat sambil
tidur maka baginya setengah pahala orang yang shalat sambil duduk .” (HR. Bukhari, no.
1115)
4.
Shalat Sunnah Dalam Perjalanan.
Di antara sunnah
Rasulullah n dalam perjalanan adalah
mengqashar shalat fardhu.
Dan tidak ada riwayat yang menerangkan bahwa beliau
mengerjakan shalat sunnah qabliyah atau ba’diyyah ketika dalam perjalanan. Yang
ada riwayatnya adalah shalat sunnah muthlaq. Dari Ibnu Umar z ia berkata: “Adalah
Rasulullah n dahulu biasa mengerjakan
shalat sunnah di atas kendaraan dengan menghadap ke arah ia menuju, serta
mengerjakan shalat witir di atasnya. Hanya saja Beliau tidak pernah mengerjakan
shalat wajib diatasnya.” (HR. Bukhari, no.1098, Muslim, no.700)
Demikian juga shalat
sunnah sebelum subuh, shalat witir, dan shalat dhuha.
5.
Shalat Sunnah Di Atas Hewan Tunggangan atau kendaraan.
Amir bin Robi’ah pernah z bercerita:
رَأَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ وَهُوَ عَلىَ الرَّاحِلَةِ
يُسَبِّحُ، يُوْمِئُ بِرَأْسِهِ قِبَلَ أَيِّ وَجْهٍ تَوَجَّهَ، وَلَمْ يَكُنْ
رَسُوْلُ اللهِ يَصْنَعُ ذَلِكَ فِي الصَّلاَةِ الْمَكْتُوْبَةِ.
“Aku
melihat Rasulullah n tengah berada di
atas hewan tungganannya sambil mengerjakan shalat sunnah, memberi isyarat
dengan kepalanya, dengan menghadap ke arah mana beliau menuju. Dan Rasulullah n tidak pernah melakukan
hal tersebut dalam shalat wajib.” (HR. Bukhari, no. 1097, Muslim, no.701)
6.
Shalat Sunnah Secara Berjamaah.
Tidak mengapa melakukan
shalat sunnah secara berjamaah, dengan syarat tidak dijadikan sebagai
kebiasaan, dan pelaksanaannya di rumah itu lebih utama.
Dari Anas bin Malik z, bahwa neneknya, Malikah
x pernah mengundang
Rasulullah n untuk menyantap makanan
yang sengaja ia masak untuk Beliau. Beliau pun menyantapnya kemudian bersabda n: “Berdirilah kalian,
aku akan shalat bersama kalian.“
Anas bin Malik z berkata: “Kemudian aku
mengambil tikar milik kami yang berwarna hitam lantaran sudah lama dipakai.
Lalu aku memercikinya dengan air. Selanjutnya Rasulullah n berdiri di atas tikar
tersebut, sedang aku membuat shof di belakang beliau bersama seorang anak
yatim, sedang sang nenek di belakang kami. Kemudian Rasulullah n mengerjakan shalat dua
rakaat bersama kami, selanjutnya beliau pergi.” (HR. Bukhari, no. 380, Muslim,
no. 658)
Demikianlah pembahasan
singkat seputar macam-macam shalat sunnah. Semoga bermanfaat bagi kita semua,
dan semoga kita diberi kemudahan oleh Allah untuk mengamalkannya. Wa billahi
at-taufiq.
(Oleh: Rifqi
Hidayat)
No comments:
Post a Comment