Pengaruh niat dalam ibadah seorang hamba begitu besar.
Karena amalan itu bergantung kepada niatnya, dan seseorang itu akan mendapatkan
pahala sesuai dengan kualitas niatnya.
Dalam beribadah kepada Allah hendaklah seorang muslim
menghadirkan niat yang baik. Dengannya ia akan mendapatkan limpahan pahala dari
Allah azza wa jalla. Maka itu, hendaklah niat seperti ini senantiasa
dijaga dalam menjalankan berbagai ibadah kepada Allah, khususnya di dalam
mengkaji Syariat atau menuntut ilmu agama di majlis-majlis ilmu.
Sufyan ats-Tsauri v berkata:
مَا مِنْ عَمَلٍ أَفْضَلَ مِنْ طَلَبِ الْعِلْمِ إِذَا صَحَّتِ النِّيَّةُ.
Tidak ada amalan yang lebih utama
dari pada menuntut ilmu apabila niatnya benar. [Jami’ Bayan al-Ilmi wa
fadhlihi, Ibnu Abdilbarr, jilid 1, hlm. 124]
SEPERTI APAKAH
NIAT YANG BAIK ITU?
Hendaklah seseorang menghadirkan niat yang baik ketika
duduk bermajlis. Niat yang baik dalam bermajlis artinya hanya mengharap wajah Allah
ta’ala dan pahala dari-Nya semata ketika duduk-duduk di majlis ilmu.
Tidak mencari wajah selain Allah, tidak untuk dipuji, disanjung atau riya’,
dan tidak pula untuk niatan yang tidak baik lainnya, yang dapat menjadikan
duduknya di majlis itu menjadi tidak bernilai sama sekali di hadapan Allah ta’ala.
Maka itu, hendaklah orang yang duduk bermajlis memurnikan niatnya hanya kepada
Allah semata. Allah ta’ala berfirman:
وَمَآ أُمِرُوٓاْ إِلَّا لِيَعۡبُدُواْ ٱللَّهَ مُخۡلِصِينَ لَهُ ٱلدِّينَ حُنَفَآءَ وَيُقِيمُواْ ٱلصَّلَوٰةَ وَيُؤۡتُواْ ٱلزَّكَوٰةَۚ وَذَٲلِكَ دِينُ ٱلۡقَيِّمَةِ (٥)
Tidaklah mereka diperintahkan melainkan agar beribadah
kepada Allah dengan memurnikan ketaatan hanya kepada-Nya dalam (menjalankan)
agama yang lurus.
(QS. al-Bayyinah: 5)
Ayat di atas
memerintahkan agar kita memurnikan ibadah hanya untuk Allah semata (ikhlas).
Dan duduk-duduk bermajlis untuk menuntut ilmu merupakan ibadah mulia, dan ibadah
itu wajib ditujukan hanya kepada Allah azza wa jalla.
NIATKAN UNTUK
MENDAPATKAN ILMU
Termasuk niat yang baik ketika bermajlis adalah berharap
mendapatkan ilmu dari Allah ta’ala. Dengan ilmu tersebut, ia hilangkan
kebodohan yang ada pada dirinya dan diri orang lain. Sebab manusia dilahirkan
dalam keadaan tidak tahu apa-apa. Kemudian Allah mengaruniakan penglihatan,
pendengaran, dan hati, agar ia bersyukur kepada-Nya. Dan di antara cara
bersyukur kepada-Nya adalah dengan memanfaatkan karunia tersebut dengan baik,
contohnya untuk menuntut ilmu agama.
Allah azza wa jalla berfirman:
وَٱللَّهُ أَخۡرَجَكُم مِّنۢ بُطُونِ أُمَّهَـٰتِكُمۡ لَا تَعۡلَمُونَ شَيۡـًٔ۬ا وَجَعَلَ لَكُمُ ٱلسَّمۡعَ وَٱلۡأَبۡصَـٰرَ وَٱلۡأَفۡـِٔدَةَۙ لَعَلَّكُمۡ تَشۡكُرُونَ (٧٨)
Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan
tidak mengetahui sesuatupun. Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan, dan
hati, agar kamu bersyukur. (QS. an-Nahl: 78)
Imam Ahmad v berkata:
العِلْمُ لاَ يَعْدِلُهُ شَيْءٌ لِمَنْ صَحَّتْ نِيَّتُهُ.
Ilmu tidak bisa
ditandingi oleh sesuatu apapun bagi orang yang benar niatnya.
Orang-orang bertanya: “Apa maksud niat yang benar itu?.”
Beliau menjawab:
يَنْوِي رَفْعَ الْجَهْلِ عَنْ نَفْسِهِ وَعَنْ غَيْرِهِ.
(Dengan ilmu itu) ia niatkan untuk
mengangkat kebodohan dari dirinya dan orang lain. [Kitabul ‘Ilmi, Syaikh
al-Utsaimin, hlm. 27]
Jadi, hendaklah seorang muslim menghadirkan niat yang
baik ketika mendatangi majlis ilmu. Hal ini dilakukan agar majlis itu berbuah
manfaat di dunia dan akhirat.
Di antara manfaatnya di dunia: ia mendapatkan ilmu agama,
ketenangan, rahmat dari Allah ta’ala, dan para malaikat akan
meliputinya, ia disanjung-sanjung Allah di hadapan para makhluk-Nya di langit,
serta sederet manfaat lainnya.
Adapun manfaat di akhirat, di antaranya: sebagai tabungan
pahala yang dapat memberatkan timbangan amal baiknya di sisi Allah kelak, juga
mendapatkan rahmat Allah, yang dengan rahmat tersebut, Allah masukkan dia ke
dalam surga-Nya.
SEBUAH NASIHAT
Dengarkanlah nasihat Syaikh Ali bin Hasan al-Halabi
al-Atsari hafizhahullah berikut ini. Beliau berkata:
“Apabila engkau
menghadiri suatu majlis ilmu, niatkanlah bahwa kehadiranmu itu hanya untuk
menambah ilmu dan pahala, jangan merasa cukup dengan ilmu yang ada padamu dan
jangan mencari kesalahan atau kejanggalan untuk engkau sebarluaskan, sebab ini
merupakan perbuatan orang rendahan yang selamanya tidak akan beruntung dengan
ilmu. Apabila engkau hadir dengan niatan seperti ini (mengharap ilmu dan
pahala, pen), sungguh engkau telah memperoleh kebaikan yang melimpah. Bila
tidak, maka duduk di rumah lebih nyaman bagimu, lebih mulia bagi akhlakmu, dan
lebih menyelamatkan agamamu.”
Lalu beliau melanjutkan nasihatnya bahwasanya apabila
kehadiran seseorang di majlis ilmu sudah dengan niatan seperti ini, hendaklah
ia memilih salah satu dari tiga sikap berikut: Pertama, diam dan memposisikan
diri sebagai orang yang belum tahu, sehingga ia akan mendapatkan pahala dari
niat baiknya itu, kemuliaan duduk bermajlis, dan terpuji karena tidak banyak
tingkah. Kedua, bertanya untuk menambah ilmu, sehingga ia akan
mendapatkan tambahan ilmu dari pertanyaannya itu. Ketiga, memberikan
masukan atau sanggahan dengan dasar ilmu, bukan asal-asalan atau dengan dasar
hawa nafsu. [Disarikan dari kitab ‘Audah ila as-Sunnah, hlm. 66-68]
NIATKAN UNTUK
MENCARI KEBENARAN
Kebenaran bak suatu benda yang hilang dari seorang
mukmin, dimanapun menemukannya ia segera mengambilnya. Barometer untuk
mengetahui kebenaran tidak didasarkan kepada akal manusia. Sebab akal itu ada
dua: akal sehat dan akal sakit. Akal yang sakit tentu akan rabun dari kebenaran
dan menolaknya. Adapun yang dapat menerima kebenaran adalah hanyalah akal sehat
yang penuh dengan cahaya taufiq dari Allah ta’ala.
Dan kebenaran itu datangnya dari Allah ta’ala dan
dari rasul-Nya n sebagai pembawa Syariat-Nya. Kebenaran dari Allah berupa al-Qur`an dan
kebenaran dari rasul-Nya berupa as-Sunnah (hadits). Allah ta’ala
berfirman:
ٱلۡحَقُّ مِن رَّبِّكَۖ فَلَا تَكُونَنَّ مِنَ ٱلۡمُمۡتَرِينَ (١٤٧)
Kebenaran itu adalah dari Tuhan-mu, maka itu jangan
sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu. (QS. al-Baqoroh: 147)
Allah ta’ala
berfirman tentang Rasulullah n:
وَمَا يَنطِقُ عَنِ ٱلۡهَوَىٰٓ (٣) إِنۡ هُوَ إِلَّا وَحۡىٌ۬ يُوحَىٰ (٤)
Dan tidaklah ia (Muhammad) berbicara menurut kemauan hawa
nafsunya. Ucapannya itu tak lain hanyalah wahyu yang diturunkan (kepadanya). (QS. an-Najm: 3-4)
Rasulullah n berkata kepada Abdullah bin ‘Amr z:
اُكْتُبْ، فَوَالَّذِيْ نَفْسِيْ بِيَدهِ مَا يَخْرُجُ مِنْهُ إِلاَّ حَقٌّ.
Tulislah (sabda
dariku), demi Allah yang jiwaku berada di dalam genggaman-Nya, tidaklah keluar
darinya (lisanku) kecuali kebenaran. (ash-Shohihah,
no. 1532)
Ibnul Qoyyim v berkata: “Apabila engkau ingin mengetahui suatu ucapan
benar atau tidak, maka kosongkanlah ia dari indahnya ungkapan, dan kosongkan
dirimu dari kecenderungan-kecenderungan, lalu amati dan cermati dengan penuh
keadilan.“ (Mathwiyyah Qo’idah fi Qobul al-Haq, sumber
alwaraqa.com)
NIATKAN UNTUK
MEMBELA SYARIAT
Di antara niat yang baik ketika bermajlis dalam rangka
menuntut ilmu ialah untuk membela Syariat Islam dari gangguan musuh-musuh Allah
ta’ala.
Syaikh al-Utsaimin v berkata: “(Hendaklah) diniatkan dalam menuntut ilmu
untuk membela Syariat. Sebab buku tidak mungkin bisa membela Syariat. Dan tidak
akan ada yang membela Syariat kecuali para pembawa Syariat itu sendiri.” [Kitabul
‘Ilmi, hlm. 27]
Beliau juga bertutur: “Sesungguhnya di antara hal yang
wajib diperhatikan oleh seorang penuntut ilmu adalah membela Syariat. Manusia
sangat membutuhkan orang-orang yang berilmu untuk membantah makar pelaku bid’ah
dan seluruh musuh Allah azza wa jalla, dan itu tidak akan bisa kecuali
dengan ilmu Syar’i yang bersumber dari al-Qur`an dan Sunnah Rasulullah n.” [Kitabul ‘Ilmi, hlm. 28]
Demikianlah beberapa cara meluruskan niat
ketika bermajlis ilmu dalam rangka menuntut ilmu agama. Semoga Allah ta’ala
memberikan kepada kita niat yang baik tersebut dalam mengkaji Syariat-Nya dan
dalam melaksanakan berbagai amal ibadah yang lainnya. Amin.
(Oleh : M. Sulhan
Jauhari)
KOKOHKAN PONDASIMU
Niat bagi amal bak pondasi bagi bangunan. Maka kuatkanlah
pondasimu agar kokoh bangunan ilmumu. Syaikh Hafizh bin Ahmad al-Hakami v berkata:
وَالنِّيَّةُ اجْعَلْهُ لِوجْهِ اللهِ خَالِصَةً إِنَّ الْبِنَاءَ بِدُوْنِ
الأَصْلِ لَمْ يَقُمِ
وَمَنْ يَكُنْ لِيَقُوْلَ النَّاسُ يَطْلُـبُهُ أَخْسِرْ بِصَفْقَتِهِ فِي
مَوْقِفِ النَّدَمِ
وَمَنْ بِهِ يَبْتَغِي الدُّنْيَا فَلَيْسَ لَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ حَظٍّ
وَلاَ قَسَمِ
Jadikanlah
niatmu murni mencari wajah Allah semata, sebab bangunan tanpa pondasi tak akan kuat
berdiri
Siapa
yang mencarinya dengan niat agar dipuji manusia, alangkah merugi dirinya dan
penyesalan yang akan didapatnya
Siapa
yang menuntut ilmu diniatkan karena dunia, kelak di hari kiamat tiada pahala
dan bagian baginya
[Syarh al-Manzhumah al-Mimiyyah, Syaikh Abdurrozzaq
al-Badr, hlm. 89,90&92]
No comments:
Post a Comment