quransunnahpemahamansahabat. Powered by Blogger.

About us

Flickr

Find Us On Facebook

Advertisement

Featured Video

Featured Video

Video Of Day

Rekomendasi Kami

Popular Posts

Kamu Pasti Tertarik

MoreBaru diupdate

Imam As-Syafii rahimahullah berkata :

إِذَا مَا كُنْتَ ذَا قَلْبٍ قَنُوْعٍ ..... فَأَنْتَ وَمَالِكُ الدُّنْيَا سَوَاءُ

Jika engkau memiliki hati yang selalu qona'ah …

maka sesungguhnya engkau sama seperti raja dunia

Sekitar tujuh tahun yang lalu saya berkunjung di kamar seorang teman saya di Universitas Madinah yang berasal dari negara Libia, dan kamar tersebut dihuni oleh tiga mahasiswa yang saling dibatasi dengan sitar (kain) sehingga membagi kamar tersebut menjadi tiga petak ruangan kecil berukuran sekitar dua kali tiga meter. Ternyata… ia sekamar dengan seorang mahasiswa yang berasal dari negeri China yang bernama Ahmad. Beberapa kali aku dapati ternyata Ahmad sering dikunjungi teman-temannya para mahasiswa yang lain yang juga berasal dari China. Rupanya mereka sering makan bersama di kamar Ahmad, sementara Ahmad tetap setia memasakkan makanan buat mereka. Akupun tertarik melihat sikap Ahmad yang penuh rendah diri melayani teman-temannya dengan wajah yang penuh senyum semerbak. Ahmad adalah seorang mahasiswa yang telah berkeluarga dan telah dianugerahi seorang anak. Akan tetapi jauhnya ia dari istri dan anaknya tidaklah menjadikan ia selalu dipenuhi kesedihan…, hal ini berbeda dengan kondisi sebagian mahasiswa yang selalu bersedih hati karena memikirkan anak dan istrinya yang jauh ia tinggalkan.

Suatu saat akupun menginap di kamar temanku tersebut, maka aku dapati ternyata Ahmad bangun sebelum sholat subuh dan melaksanakan sholat witir, entah berapa rakaat ia sholat. Tatkala ia hendak berangkat ke mesjid maka akupun menghampirinya dan bertanya kepadanya, "Wahai akhi Ahmad, aku lihat engkau senantiasa ceria dan tersenyum, ada apakah gerangan", Maka Ahmadpun dengan serta merta berkata dengan polos, "Wahai akhi… sesungguhnya Imam As-Syafi'i pernah berkata bahwa jika hatimu penuh dengan rasa qonaa'h maka sesungguhnya engkau dan seorang raja di dunia ini sama saja".

Aku pun tercengang… sungguh perkataan yang indah dari Imam As-Syafii… rupanya inilah rahasia kenapa Ahmad senantiasa tersenyum.

Para pembaca yang budiman Qona'ah dalam bahasa kita adalah "nerimo" dengan apa yang ada. Yaitu sifat menerima semua keputusan Allah. Jika kita senantiasa merasa nerima dengan apa yang Allah tentukan buat kita, bahkan kita senantiasa merasa cukup, maka sesungguhnya apa bedanya kita dengan raja dunia. Kepuasan yang diperoleh sang raja dengan banyaknya harta juga kita peroleh dengan harta yang sedikit akan tetapi dengan hati yang qona'ah.

Bahkan bagitu banyak raja yang kaya raya ternyata tidak menemukan kepuasan dengan harta yang berlimpah ruah… oleh karenanya sebenarnya kita katakan "Jika Anda memiliki hati yang senantiasa qona'ah maka sesungguhnya Anda lebih baik dari seorang raja di dunia".

Kalimat qona'ah merupakan perkataan yang ringan di lisan akan tetapi mengandung makna yang begitu dalam. Sungguh Imam As-Syafi'i tatkala mengucapkan bait sya'ir diatas sungguh-sungguh dibangun di atas ilmu yang kokoh dan dalam.

Seseorang yang qona'ah dan senantiasa menerima dengan semua keputusan Allah menunjukkan bahwa ia benar-benar mengimani taqdir Allah yang merupakan salah satu dari enam rukun Iman.

Ibnu Batthool berkata

وَغِنَى النَّفْسِ هُوَ بَابُ الرِّضَا بِقَضَاءِ اللهِ تَعَالىَ وَالتَّسْلِيْم لأَمْرِهِ، عَلِمَ أَنَّ مَا عِنْدَ اللهِ خَيْرٌ للأَبْرَارِ، وَفِى قَضَائِهِ لأوْلِيَائِهِ الأَخْيَارِ

"Dan kaya jiwa (qona'ah) merupakan pintu keridhoan atas keputusan Allah dan menerima (pasrah) terhadap ketetapanNya, ia mengetahui bahwasanya apa yang di sisi Allah lebih baik bagi orang-orang yang baik, dan pada ketetapan Allah lebih baik bagi wali-wali Allah yang baik" (Syarh shahih Al-Bukhari)

Orang yang qona'ah benar-benar telah mengumpulkan banyak amalan-amalan hati yang sangat tinggi nilainya. Ia senantiasa berhusnudzon kepada Allah, bahwasanya apa yang Allah tetapkan baginya itulah yang terbaik baginya. Ia bertawakkal kepada Allah dengan menyerahkan segala urusannya kepada Allah, sedikitnya harta di tangannya tetap menjadikannya bertawakkal kepada Allah, ia lebih percaya dengan janji Allah daripada kemolekan dunia yang menyala di hadapan matanya.

Al-Hasan Al-Bashri pernah berkata ;

إِنَّ مِنْ ضَعْفِ يَقِيْنِكَ أَنْ تَكُوْنَ بِمَا فِي يَدِكَ أَوْثَقُ مِنْكَ بِمَا فِي يَدِ اللهِ

"Sesungguhnya diantara lemahnya imanmu engkau lebih percaya kepada harta yang ada di tanganmu dari pada apa yang ada di sisi Allah" (Jami'ul 'Uluum wal hikam 2/147)

Orang yang qona'ah tidak terpedaya dengan harta dunia yang mengkilau, dan ia tidak hasad kepada orang-orang yang telah diberikan Allah harta yang berlimpah. Ia qona'ah… ia menerima semua keputusan dan ketetapan Allah. Bagaimana orang yang sifatnya seperti ini tidak akan bahagia..???!!!

Allah berfirman :

مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam Keadaan beriman, Maka Sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan Sesungguhnya akan Kami beri Balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. (An-Nahl : 97)

Ali bin Abi Tholib radhiallahu 'anhu dan Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah berkata :الحَيَاةُ الطَّيِّبَةُ الْقَنَاعَةُ Kehidupan yang baik adalah qona'ah (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir At-Thobari dalam tafsirnya 17/290)

Renungkanlah bagaimana kehidupan orang yang paling bahagia yaitu Nabi kita shallallahu 'alahi wa sallam…sebagaimana dituturkan oleh Aisyah radhiallahu 'anhaa:

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَنَّهَا قَالَتْ لِعُرْوَةَ ابْنَ أُخْتِي إِنْ كُنَّا لَنَنْظُرُ إِلَى الْهِلَالِ ثُمَّ الْهِلَالِ ثَلَاثَةَ أَهِلَّةٍ فِي شَهْرَيْنِ وَمَا أُوقِدَتْ فِي أَبْيَاتِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَارٌ فَقُلْتُ يَا خَالَةُ مَا كَانَ يُعِيشُكُمْ قَالَتْ الْأَسْوَدَانِ التَّمْرُ وَالْمَاءُ إِلَّا أَنَّهُ قَدْ كَانَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جِيرَانٌ مِنْ الْأَنْصَارِ كَانَتْ لَهُمْ مَنَائِحُ وَكَانُوا يَمْنَحُونَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ أَلْبَانِهِمْ فَيَسْقِينَا

Aisyah berkata kepada 'Urwah, "Wahai putra saudariku, sungguh kita dahulu melihat hilal kemudian kita melihat hilal (berikutnya) hingga tiga hilal selama dua bulan, akan tetapi sama sekali tidak dinyalakan api di rumah-rumah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam". Maka aku (Urwah) berkata, "Wahai bibiku, apakah makanan kalian?", Aisyah berkata, "Kurma dan air", hanya saja Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memiliki tetangga dari kaum Anshoor, mereka memiliki onta-onta (atau kambing-kambing) betina yang mereka pinjamkan kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam untuk diperah susunya, maka Rasulullahpun memberi susu kepada kami dari onta-onta tersebut" (HR Al-Bukhari no 2567 dan Muslim no 2972)

Dua bulan berlalu di rumah Rasulullah akan tetapi tidak ada yang bisa dimasak sama sekali di rumah beliau shallallahu 'alaihi wa sallam. Makanan beliau hanyalah kurma dan air.

Rumah beliau sangatlah sempit sekitar 3,5 kali 5 meter dan sangat sederhana. 'Athoo' Al-Khurosaani rahimahullah berkata : "Aku melihat rumah-rumah istri-istri Nabi terbuat dari pelepah korma, dan di pintu-pintunya ada tenunan serabut-serabut hitam. Aku menghadiri tulisan (keputusan) Al-Waliid bin Abdil Malik (khalifah tatkala itu) dibaca yang memerintahkan agar rumah istri-istri Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dimasukan dalam areal mesjid Rasululullah. Maka aku tidak pernah melihat orang-orang menangis sebagaimana tangisan mereka tatkala itu (karena rumah-rumah tersebut akan dipugar dan dimasukan dalam areal mesjid-pen). Aku mendengar Sa'iid bin Al-Musayyib berkata pada hari itu :

واللهِ لَوَدِدْتُ أَنَّهُمْ تَرَكُوْهَا عَلَى حَالِهَا يَنْشَأُ نَاشِيءٌ مِنْ أَهْلِ الْمَدِيْنَةِ وَيَقْدُمُ الْقَادِمُ مِنَ الأُفُقِ فَيَرَى مَا اكْتَفَى بِهِ رَسُوْلُ اللهِ فِي حَيَاتِهِ فَيَكُوْنُ ذَلِكَ مِمَّا يُزَهِّدُ النَّاسَ فِي التَّكَاثُرِ وَالتَّفَاخُرِ

"Sungguh demi Allah aku sangat berharap mereka membiarkan rumah-rumah Rasulullah sebagaimana kondisinya, agar jika muncul generasi baru dari penduduk Madinah dan jika datang orang-orang dari jauh ke kota Madinah maka mereka akan melihat bagaimana kehidupan Rasulullah, maka hal ini akan menjadikan orang-orang mengurangi sikap saling berlomba-lomba dalam mengumpulkan harta dan sikap saling bangga-banggaan" (At-Tobaqoot Al-Kubroo li Ibn Sa'ad 1/499)

Orang-orang mungkin mencibirkan mulut tatkala memandang seorang yang qona'ah yang berpenampilan orang miskin.., karena memang ia adalah seorang yang miskin harta. Akan tetapi sungguh kebahagiaan telah memenuhi hatinya.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

لَيْسَ الْغِنَى عَنْ كَثْرَةِ الْعَرَضِ وَلَكِنَّ الْغِنَى غِنَى النَّفْسِ

"Bukanlah kekayaan dengan banyaknya harta benda, akan tetapi kekayaan yang haqiqi adalah kaya jiwa (hati)" (HR Al-Bukhari no 6446 dan Muslim no 1050)

Ibnu Battool rahimahullah berkata, "Karena banyak orang yang dilapangkan hartanya oleh Allah ternyata jiwanya miskin, ia tidak nerimo dengan apa yang Allah berikan kepadanya, maka ia senantiasa berusaha untuk mencari tambahan harta, ia tidak perduli dari mana harta tersebut, maka seakan-akan ia adalah orang yang kekurangan harta karena semangatnya dan tamaknya untuk mengumpul-ngumpul harta. Sesungguhnya hakekat kekayaan adalah kayanya jiwa, yaitu jiwa seseorang yang merasa cukup (nerimo) dengan sedikit harta dan tidak bersemangat untuk menambah-nambah hartanya, dan nafsu dalam mencari harta, maka seakan-akan ia adalah seorang yang kaya dan selalu mendapatkan harta" (Syarh Ibnu Batthool terhadap Shahih Al-Bukhari)

Abu Dzar radhiallahu 'anhu menceritakan bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah berkata kepadanya:

يَا أَبَا ذَر، أَتَرَى كَثْرَةَ الْمَالِ هُوَ الْغِنَى؟ قُلْتُ : نَعَمْ يَا رَسُوْلَ اللهِ، قَالَ : أَفَتَرَى قِلَّةِ الْمَالِ هُوَ الْفَقْرُ؟ قُلْتُ : نَعَمْ يَا رَسُوْلَ اللهِ. قال : إِنَّمَا الْغِنَى غِنَى الْقَلْبِ وَالْفَقْرُ فَقْرُ الْقَلْبِ

"Wahai Abu Dzar, apakah engkau memandang banyaknya harta merupakan kekayaan?". Aku (Abu Dzar) berkata : "Iya Rasulullah". Rasulullah berkata : "Apakah engkau memandang bahwa sedikitnya harta merupakan kemiskinan?", Aku (Abu Dzar ) berkata, "Benar Rasulullah". Rasulullahpun berkata : "Sesungguhnya kekayaan (yang hakiki-pen) adalah kayanya hati, dan kemisikinan (yang hakiki-pen) adalah miskinnya hati" (HR Ibnu Hibbaan dan dishahihkan oleh Syaikh Albani dalam shahih At-Targiib wa At-Tarhiib no 827)

Maka orang yang qona'ah meskpun miskin namun pada hakikatnya sesungguhnya ialah orang yang kaya.

Madinah, 10 04 1432 H / 15 03 2011 M

Abu Abdilmuhsin Firanda Andirja

www.firanda.com


Khutbah Jum'at Masjid Nabawi 27/11/1436 H – 11/9/2015 M
Oleh : Asy-Syaikh Abdul Muhsin al-Qosim hafizohullah

Khutbah Pertama

          Segala puji bagi Allah, kami memujinya, memohon pertolongannya, dan memohon ampunanNya. Dan kami berlindung dari keburukan jiwa kami dan dari kesalahan amal perbuatan kami. Siapa yang diberi hidayah oleh Allah maka tidak ada yang akan menyesatkannya, dan siapa yang disesatkan maka tidak ada yang memberi petunjuk kepadanya. Dan aku bersaksi bahwasanya tidak ada sesembahan yang berhak disembah melainkan Allah semata, tiada syarikat bagiNya, dan aku bersakasi bahwasanya Muhammad adalah hamba dan utusanNya, semoga shalawat dan salam tercurahkan kepada beliau, keluarga dan para sahabatnya.

Amma ba'du, bertakwalah kepada Allah wahai para hamba Allah dengan takwa yang sesungguhnya, karena Rob kita tidak menerima kecuali takwa, dan tidak merahmati kecuali orang yang bertakwa.

Kaum muslimin sekalian…, sesungguhnya Allah memilih apa yang Allah kehendaki diantara ciptaanNya.

وَرَبُّكَ يَخۡلُقُ مَا يَشَآءُ وَيَخۡتَارُۗ

Dan Tuhanmu menciptakan apa yang Dia kehendaki dan memilihnya. (QS Al-Qosos : 68)

Allah memilih diantara para malaikatnya dan diantara manusia untuk menjadi para rasulNya, Allah memilih dzikrullah diantara perkataan-perkataan, memilih rumah mesjid-mesjid Allah diantara yang ada di bumi. Allah memilih bulan Ramadhan dan bulan-bulan haram diantara seluruh bulan. Kaum jahiliyah dahulu menambah-nambah hari dan menguranginya karena mengikuti hawa nafsu mereka, maka mereka berpuasa di luar jadwal waktunya, mereka berhaji bukan di musimnya. Hingga Allah memberi karunia bagi umat ini dengan mengutus penegak agama maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menjalankan hajinya yaitu haji wada' sementara zaman telah kembali lagi sebagaimana semula, dan haji wada' beliau dilaksanakan pas bulan Dzulhijjah, dan beliau bersabda dalam khutbahnya :

إِنَّ الزَّمَانَ قَدِ اسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ

"Sesungguhnya zaman telah kembali lagi semula sebagaimana kondisinya tatkala Allah menciptakan langit dan bumi" (Al-Bukhari dan Muslim)

Maka hitungan kembali lagi dan dan penanggalan telah tepat dan perkaranya kembali seperti semua seseuai dengan penetapan Allah yang semula.

Adanya pemuliaan antara malam-malam dan siang-siang merupakan motivasi yang menyeru untuk menggunakan kesempatan beramal kebajikan, dan Nabi kita shallallahu 'alaihi wasallam memotivasi untuk menggunakan kesempatan pada lima perkara sebelum hilangnya lima perkara tersebut. Beliau bersabada :

اِغْتَنِمْ خَمْسًا قَبْلَ خَمْسٍ، شَبَابَكَ قَبْلَ هَرَمِكَ، وَصِحَّتَكَ قَبْلَ سَقَمِكَ، وَغِنَاءَكَ قَبْلَ فَقْرِكَ وَفَرَاغَكَ قَبْلَ شُغْلِكَ وَحَيَاتَكَ قَبْلَ مَوْتِكَ

"Manfaatkanlah 5 perkara sebelum 5 perkara, manfaatkanlah masa mudamu sebelum tuamu, sehatmu sebelum sakitmu, kekyaanmu sebelu miskinmu, waktu luangmu sebelum kesibukanmu, dan kehidupanmu sebelum matimu" (HR Al-Hakim)   

Sebentar lagi sepuluh awal dzulhijjah akan menaungi kita, dan ia teramasuk hari-hari Allah yang mulia, dan penutup dari bulan-bulan yang telah diketahui yang Allah berfirman tentang bulan-bulan tersebut :

ٱلۡحَجُّ أَشۡهُرٞ مَّعۡلُومَٰتٞۚ

(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, (QS Al-Baqoroh : 197)

Yaitu bulan Syawwal, Dzulqo'dah, dan 10 hari pertama Dzulhijjah. Dan karena keagunggannya maka seluruh kegiatan amalan haji dilaksanakan pada 10 Dzulhijjah, dan Allah bersumpah dengan malam-malamnya dalam firmanNya :

وَٱلۡفَجۡرِ ١  وَلَيَالٍ عَشۡرٖ ٢

Demi fajar,  dan malam yang sepuluh (QS Al-Fajr ; 1-2)

Dan siangnya lebih afdol daripada siang 10 hari terakhir bulan Ramadhan, Nabi 'alaihis sholatu was salaam bersabda :

أَفْضَلُ أَيَّامِ الدُّنْيَا أَيَّامُ الْعَشْرِ

"Sebaik-baik siang hari dunia adalah siang 10 hari awal Dzulhijjah" (HR Ibnu Hibban)

Dan teristimewakannya 10 hari Dzulhijjah karena terkumpulkannya induk-induk ibadah padanya, seperti sholat, puasa, sedekah, dan haji, dan tidak terkumpulkan hal ini pada waktu yang lain.

Dan seluruh amal sholeh pada 10 hari Dzulhijjah lebih disukai oleh Allah dari pada jika dikerjakan di waktu yang lain. Nabi 'alaihis sholatu was salaam bersabda :

مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيْهِنَّ أَحَبُّ إِلَى اللهِ مِنْ هَذِهِ الأَيَّامِ الْعَشْرِ، قَالُوا : يَا رَسُوْلَ اللهِ، وَلاَ الْجِهَادُ فِي سَبِبْيلِ اللهِ؟، قَالَ : وَلاَ الْجِهَادُ فِي سَبِيْلِ اللهِ إِلاَّ رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَماَلِهِ وَلَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَيْءٍ

"Tidak ada hari-hari yang amal sholeh padanya lebih dicintai oleh Allah dari pada hari-hari 10 Dzulhijjah". Mereka berkata, "Wahai Rasulullah, tidak juga jihad fi sabilillah?". Nabi berkata, "Tidak juga jihad fi sabilillah, kecuali seseorang yang keluar dengan membawa jiwanya dan hartanya lalu jiwa dan hartanya tidak kembali lagi" (HR Al-Bukhari)

Ibnu Rojab berkata : "Hadits ini menunjukan bahwa amal sholeh di hari-hari 10 Dzulhijjah lebih disukai oleh Allah daripada amal di hari-hari yang lain di duni ini, dan tanpa ada pengecualian sama sekali"

Para salaf dahulu berjuang untuk beramal soleh pada 10 hari Dzulhijjah, jika telah masuk 10 Dzulhijjah maka Sa'id bin Jubair bersungguh-sungguh dalam beribadah sampai-sampai hampir ia tidak mampu melakukannya.

          Dan diantara karunia Allah dan kebaikanNya ketaatan-ketaatan yang bisa dilaksanakan pada 10 hari dzulhijjah bervariasi. Diantara yang disyari'atkan adalah memperbanyak berdzikir kepada Allah, Allah berfirman :

وَيَذۡكُرُواْ ٱسۡمَ ٱللَّهِ فِيٓ أَيَّامٖ مَّعۡلُومَٰتٍ

Dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan (QS Al-Hajj : 28)

Ibnu Abbas berkata ; "Yaitu 10 hari Dzulhijjah".

Dan berdzikir kepada Allah pada hari-hari tersebut termasuk ibadah yang paling afdol, Nabi 'alaihis sholatu was salaam bersabda :

مَا مِنْ أَيَّامٍ أَعْظَمُ عِنْدَ اللهِ وَلاَ أَحَبُّ إِلَيْهِ مِنَ الْعَمَلِ فِيْهِنَّ مِنْ هَذِهِ الْعَشْرِ، فَأَكْثِرُوا فِيْهِنَّ مِنَ التَّهْلِيْلِ وَالتَّكْبِيْرِ وَالتَّحْمِيْدِ

"Tidak ada hari-hari yang lebih agung di sisi Allah dan lebih dicintai oleh Allah dari pada beramal pada hari-hari tersebut daripada 10 hari Dzulhijjah, maka perbanyaklah tahlil, takbir, dan tahmid" (HR Ahmad)

Al-Imam An-Nawawi rahimahullah berkata, "Disukai untuk memperbanyak dzikir pada 10 hari Dzulhijjah, lebih dari pada di waktu yang lain, dan disukai untuk lebih banyak lagi di hari Arofah dari pada sisa 10 hari yang lainnya"

Dan dzikir yang paling afdol adalah tilawah al-Qur'an, karena al-Qur'an adalah petunjuk dan cahaya yang jelas.

Takbir mutlak yang dilakukan setiap waktu termasuk syi'ar pada 10 hari Dzulhijjah. Ibnu Umar dan Abu Hurairah –radhiallahu 'anhuma- keluar ke pasar pada 10 hari Dzulhijjah dan bertakbir, dan orang-orangpun bertakbir dengan takbir mereka berdua (HR Al-Bukhari).

Dan disyari'atkan takbir tertentu waktunya yaitu setiap kalai selesai sholat dari waktu fajar pada hari Arofah bagi jama'ah haji dan selain mereka. Syaikhul Islam rahimahullah berkata, "Pendapat yang paling kuat tentang bertakbir, yang pendapat ini merupakan pendapat mayoritas salaf, para fuqoha, para sahabat, dan para imam adalah bertakbir sejak fajar hari Arofah hingga akhir hari tasyriq setiap kali habis sholat"

Diantara perkara yang dianjurkan adalah puasa 9 hari pertama Dzulhijjah, Al-Imam An-Nawawi rahimahullah berkata, "Hal ini sangat-sangat dianjurkan"

Dan sedekah adalah amal sholeh, dengannya terangkatlah kesulitan dan hilangnya kesedihan, dan yang terbaik adalah tatkala waktu dibutuhkan dan di zaman yang mulia.

Dan taubat memiliki kedudukan yang tinggi dalam agama, ia merupakan sebab kemenangan dan kebahagiaan. Allah mewajibkannya bagi semuat umat dari segala dosa. Allah berkata kepada mereka yang menyatakan Allah punya istri dan anak :

أَفَلَا يَتُوبُونَ إِلَى ٱللَّهِ وَيَسۡتَغۡفِرُونَهُۥ

Maka mengapa mereka tidak bertaubat kepada Allah dan memohon ampun kepada-Nya?. (Qs Al-Maidah : 74)

Dan Allah berfirman kepada kaum mukminin :

وَتُوبُوٓاْ إِلَى ٱللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَ ٱلۡمُؤۡمِنُونَ لَعَلَّكُمۡ تُفۡلِحُونَ ٣١

Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung (QS An-Nuur : 31)

Dan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bertaubat kepada Allah setiap harinya 100 kali, beliau bersabda :

يَا أَيُّهَا النَّاسُ تُوْبُوا إِلَى اللهِ فَإِنِّي أَتُوْبُ فِي الْيَوْمِ إِلَيْهِ مِائَةَ مَرَّةٍ

"Wahai manusia, bertaubatlah kalian kepada Allah, sesungguhnya aku bertaubat kepadaNya sehari 100 kali" (Al-Bukhari dan Muslim)

Dan kita lebih membutuhkan untuk bertaubat, dan sebaik-baik hari bagi seorang hamba adalah hari dimana ia bertaubat. Nabi 'alaihis sholatu was salam berkata kepada Ka'ab bin Malik radhiallahu 'anhu :

أَبْشِرْ بِخَيْرِ يَوْمٍ مَرَّ عَلَيْكَ مُنْذُ وَلَدَتْكَ أُمُّكَ

"Bergembiralah dengan hari terbaik yang engkau lalui sejak engkau dilahirkan oleh ibumu" (Al-Bukhari dan Muslim)

Maka sungguh indah seseorang yang bertaubat ia bertaubat di hari-hari yang paling dicintai oleh Allah. Dan siapa yang benar dalam taubatnya maka ia akan meraih derajat yang tinggi, dan Allah akan merubah dosa-dosanya menjadi pahala-pahala.

          Dan pada 10 hari Dzulhijjah dilaksanakan haji, yang ia merupakan salah satu rukun Islam dan pondasinya yang kuat. Allah berfirman :

وَلِلَّهِ عَلَى ٱلنَّاسِ حِجُّ ٱلۡبَيۡتِ مَنِ ٱسۡتَطَاعَ إِلَيۡهِ سَبِيلٗاۚ

Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. (QS Ali 'Imron : 97)

Dan Nabi 'alaihis sholatu was salam bersabda :

يَا أَيُّهَا النَّاسُ، قَدْ فَرَضَ اللهُ عَلَيْكُمُ الْحَجَّ فَحُجُّوا

"Wahai manusia, Allah telah mewajibkan haji atas kalian, maka berhajilah" (HR Muslim)

Dan ia termasuk amalan yang paling mulia. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam ditanya ; أَيُّ الْعَمَلِ أَفْضَلُ؟ "Amalan apakah yang paling afdol?", Nabi menjawab, إِيْمَانٌ بِاللَّهِ وَرَسُوْلِهِ "Iman kepada Allah dan RasulNya". Dikatakan, "Lalu apa?", beliau menjawab, الجِهَادُ فِي سَبِيْلِ اللهِ "Jihad di jalan Allah", dikatakan, "Lalu apa?", beliau menjawab, حَجٌّ مَبْرُوْرٌ "Haji mabrur" (Al-Bukhari dan Muslim)

Dan haji mabrur tidak ada balasan yang setimpal kecuali surga. Dengan haji gugurlah dosa dan kesalahan, Nabi 'alaihis sholat was salam bersabda:

مَنْ حَجَّ الْبَيْتَ فَلَمْ يَرْفُثْ وَلَمْ يَفْسُقْ رَجَعَ مِنْ ذُنُوْبِهِ كَيَوْمِ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ

"Siapa yang berhaji dan tidak melakukan rofats (jimak dan pendahuluannya), dan tidak berbuat kefasikan (kemasiatan) maka ia akan bersih dari dosa-dosanya seperti hari ia dilahirkan oleh ibunya" (Al-Bukhari dan Muslim)

Dan sungguh Allah membanggakan para jema'ah tatkala di padang Arofah dihadapan penghuni langit.

          Haji memiliki hikmah-hikmah yang agung dan tujuan-tujuan yang indah dan mulia dalam agama, dunia, kehidupan, dan hari akhirat. Hikmah yang pertama adalah memantapkan tauhid. Syi'ar hajji adalah :

لبيك اللهم لبيك، لبيك لا شريك لبيك، إن الحمد والنعمة لك والملك لا شريك لك

"Ya Allah aku memenuhi panggilanmu, Ya Allah aku memenuhi panggilanmu, tidak ada syarikat bagiMu, sesungguhnya pujian, segala kenikmatan adalah milikMu demikian juga kerajaan, tiada syarikat bagiMu"

Diantara hikmah haji adalah memurnikan keikhlasan untuk Allah dan memurnikan "teladan" kepada Rasulullah. Allah berfirman :

وَأَتِمُّوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ للهِ

"Dan sempurnakanlah haji dan umroh karena Allah" (QS Al-Baqoroh :

Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :

خُذُوا عَنِّي مَنَاسِكَكُمْ

"Ambillah dariku tata cara manasik haji kalian" (HR Muslim).

Diantara hikmah haji adalah :

لِّيَشۡهَدُواْ مَنَٰفِعَ لَهُمۡ

Supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka (QS Al-Hajj : 28) yaitu di dunia dari kebaikan-kebaikan yang mereka peroleh, dan di akhirat dengan masuk surga.

وَيَذۡكُرُواْ ٱسۡمَ ٱللَّهِ فِيٓ أَيَّامٖ مَّعۡلُومَٰتٍ

Dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan (QS Al-Hajj : 28)

          Haji adalah peringatan terhadap saatnya meninggalkan dunia ini. Waktu pelaksanaannya adalah di hari-hari yang terakhir, dan Nabi shallallahu 'alaihi wasalam menunaikannya di akhir kehidupan beliau, dan beliau mengucapkan selamat tinggal kepada para sahabatnya, dan Allah telah menyempurnakan bagi beliau agama bagi umatnya, dan di hari Arofah Allah menurukan kepada beliau firmanNya

ٱلۡيَوۡمَ أَكۡمَلۡتُ لَكُمۡ دِينَكُمۡ وَأَتۡمَمۡتُ عَلَيۡكُمۡ نِعۡمَتِي

Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, (QS Al-Maidah : 3)

Seorang yang tidak mampu untuk berhaji karena ada udzur maka ia ikut menyertai para jama'ah haji dalam memperoleh pahala jika benar niatnya, bahkan bisa jadi dengan hatinya ia mendahului orang-orang yang berjalan dengan badannya.

Di 10 Hari Dzulhijjah ada hari Arofah, berpuasa pada hari tersebut akan menggugurkan dosa setahun yang lalu dan setahun yang akan datang. Nabi bersabda :

وَمَا مِنْ يَوْمٍ أَكْثَرُ أَنْ يُعْتِقَ اللهُ فِيْهِ عَبْدًا مِنَ النَّارِ مِنْ يَوْمِ عَرَفَةَ

"Tidak ada hari yang lebih banyak Allah membebaskan hambanya dari neraka dari pada hari Arofah" (HR Muslim)

Diantaranya juga ada hari An-Nahr, yang merupakan hari terbaik dari hari-hari manasik dan yang paling nampak dan yang paling banyak orang berkumpul, dan hari inilah yang disebut haji akbar. Allah berfirman :

وَأَذَٰنٞ مِّنَ ٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦٓ إِلَى ٱلنَّاسِ يَوۡمَ ٱلۡحَجِّ ٱلۡأَكۡبَرِ

Dan (inilah) suatu permakluman daripada Allah dan Rasul-Nya kepada umat manusia pada hari haji akbar (QS At-taubah : 3)

Dan ia merupakan hari teragung di sisi Allah. Nabi bersabda :

إِنَّ أَعْظَمَ الأَيَّامِ عِنْدَ اللهِ يَوْمُ النَّحْرِ ثُمَّ يَوْمُ الْقَرِّ

"Sesungguhnya hari yang paling agung di sisi Allah adalah hari An-Nahr, kemudian hari al-Qorr" (Hr Abu Dawud).

Dan hari An-Nahr adalah salah satu dari dua hari raya kaum muslimin, ia merupakan hari kegembiraan, hari riang dan senang dengan menunaikan salah satu dari rukun Islam. Dan bisa jadi orang-orang terlalaikan dari berdzikir kepada Allah –bersamaan dengan kegembiraan mereka- padahal tatkala itu berdzikir kepada Allah afdol. Allah berfirman

۞وَٱذۡكُرُواْ ٱللَّهَ فِيٓ أَيَّامٖ مَّعۡدُودَٰتٖۚ

Dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah dalam beberapa hari yang berbilang. (QS Al-Baqoroh : 203), yaitu hari-hari tasyriiq. Dan Nabi shallallahu 'alahi wasallam bersabda :

أَيَّامُ التَّشْرِيْقِ –يعني أيام العيد- أَيَّامُ أَكْلٍ وَشُرْبٍ وَذِكْرٍ للهِ

"Hari-hari tasyriq adalah hari-hari untuk makan dan minum serta untuk berdzikir kepada Allah" (HR Muslim)

Ibnu Hajar berkata, "Telah tetap kemuliaan 10 hari pertama Dzulhijjah, maka tetap pula kemuliaan tersebut pada hari-hari tasyriq"

Dan di hari-hari An-Nahr dan at-Tasyriq ada suatu ibadah harta (maliah) dan raga (badaniah), dan ia merupakan ibadah yang sangat dicintai oleh Allah (yaitu ibadah menyembelih kurban). Allah menggandengkannya dengan sholat :

فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ

"Sholatlah untuk Allah dan sembelihlah juga karena Allah"

Maka Allah Swt memotivasi untuk ikhlas dalam penyembelihan kurban hanya semata-mata tertuju kepada Allah Swt, bukan untuk membanggakan diri atau pamer atau mencari reputasi, dan tidak pula hanya sekadar mengikuti tradisi. Allah berfirman :

لَن يَنَالَ ٱللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَآؤُهَا وَلَٰكِن يَنَالُهُ ٱلتَّقۡوَىٰ مِنكُمۡۚ كَذَٰلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمۡ لِتُكَبِّرُواْ ٱللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَىٰكُمۡۗ وَبَشِّرِ ٱلۡمُحۡسِنِينَ

 “Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya” (QS Al-Hajj : 37)

"Nabi saw berkurban dua ekor kambing kibas (domba jantan) hitam putih yang bertanduk yang beliau sembelih dengan tangan beliau sendiri".

Yakni kambing berbulu hitam yang bagian atasnya putih dan bertanduk.


Boleh juga seseorang berhutang untuk berkurban dan mencari diganti oleh Allah dengan anugrahNya. Tidak boleh menggerutu disebabkan kemahalan harganya, karena pahalanya di sisi Allah sangat agung.

Barangsiapa yang berniat kurban tidak diperkenankan memotong rambutnya atau kukunya sedikitpun. Rasulullah saw bersabda :

مَنْ كَانَ لَهُ ذِبْحٌ يَذْبَحُهُ فَإِذَا أَهَلَّ هِلاَلُ ذِيْ الْحِجَّةِ فَلاَ يَأْخُذَنَّ مِنْ شَعْرِهِ وَلاَ مِنْ أَظْفَارِهِ شَيْئًا حَتَّى يُضَحِّيَ

“Barangsiapa yang hewan kurbannya telah tersedia untuk dipotong, maka ketika telah kelihatan hilal bulan Dzulhijah maka janganlah ia memotong rambutnya ataupun kukunya sedikitpun hingga ia menyembelih kurbannya”. (HR Muslim).

Kaum muslimin !
Orang yang beruntung ialah orang yang mampu memanfaatkan event-event setiap bulan, setiap hari, setiap saat untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt dengan menjalankan ibadah rutinitas pada event-event tersebut. Siapa tahu dirinya yang beruntung meraih anugrah sehingga menjadi manusia yang selamat dari neraka dengan segala kobaran apinya dan memperoleh pahala surga yang luasnya seluas bumi dan langit. Saat itu dia menikmati kehidupan yang makmur dan kebahagiaan yang kekal abadi. Dan ke surgalah hendaklah orang-orang yang berlomba menyingsingkan lengan mereka.

Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk.

سَابِقُوٓاْ إِلَىٰ مَغۡفِرَةٖ مِّن رَّبِّكُمۡ وَجَنَّةٍ عَرۡضُهَا كَعَرۡضِ ٱلسَّمَآءِ وَٱلۡأَرۡضِ أُعِدَّتۡ لِلَّذِينَ ءَامَنُواْ بِٱللَّهِ وَرُسُلِهِۦۚ ذَٰلِكَ فَضۡلُ ٱللَّهِ يُؤۡتِيهِ مَن يَشَآءُۚ وَٱللَّهُ ذُو ٱلۡفَضۡلِ ٱلۡعَظِيمِ ٢١

 “Dan berlombalah menuju ampunan dari Tuhan kalian dan surgaNya yang luasnya seluas langit dan bumi; disediakan bagi orang-orang yang beriman kepada Allah dan RasulNya. Itulah anugerah Allah yang Dia berikan kepada orang yang dikehendakiNya. Dan Allah mempunyai anugerah yang agung”. (QS Al-Hadid : 21)

Semoga Allah memberkahi kami dan kalian dalam mengamalkan Al-Qur’an yang agung  ! !



Khutbah Kedua

Segala puji bagi Allah atas segala kebaikanNya. Puji syukur kepadaNya atas taufiq dan anugerahNya. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan sealin Allah semata, tiada sekutu bagiNya, kesaksianku  sebagai pengagungan terhadapNya. Akupun bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah HambaNya dan RasulNya. Semoga Allah melimpahkan rahmat dan keselamatan kepadanya beserta seluruh keluarga dan sahabatnya sebanyak-banyaknya.


Kaum muslimin !
Kemaksiatan adalah penyebab jauhnya seseorang dari Allah, sebagaimana ketaatan menjadi penyebab kedekatan dengan Allah. Maka dosa merupakan pembawa kesialan bagi individu dan masyarakat. Allah Swt berfirman :

وَذَرُواْ ظَٰهِرَ ٱلۡإِثۡمِ وَبَاطِنَهُۥٓۚ إِنَّ ٱلَّذِينَ يَكۡسِبُونَ ٱلۡإِثۡمَ سَيُجۡزَوۡنَ بِمَا كَانُواْ يَقۡتَرِفُونَ ١٢٠

“Dan tinggalkanlah dosa yang terang-terangan dan yang tersembunyi. Sesungguhnya orang-orang yang berbuat dosa akan mendapatkan balasan dengan apa yang pernah mereka lakukan”. (QS Al-An'aam : 120)

Akan lebih besar lagi bahaya kemaksiatan ketika dilakukan di tengah-tengah musim penebaran rahmat dan kebaikan.

Allah Swt berfirman :

إِنَّ عِدَّةَ ٱلشُّهُورِ عِندَ ٱللَّهِ ٱثۡنَا عَشَرَ شَهۡرٗا فِي كِتَٰبِ ٱللَّهِ يَوۡمَ خَلَقَ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضَ مِنۡهَآ أَرۡبَعَةٌ حُرُمٞۚ ذَٰلِكَ ٱلدِّينُ ٱلۡقَيِّمُۚ فَلَا تَظۡلِمُواْ فِيهِنَّ أَنفُسَكُمۡۚ

 “Sesungguhnya hitungan bulan di sisi Allah adalah dua belas bulan (yang telah tetap) pada kitab Allah pada hari Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya terdapat empat bulan haram, maka janganlah kalian berbuat aniaya di dalamnya terhadap diri kalian”.

Qatadah – Rahimahullah – berkata :  “Berbuat zolim pada bulan-bulan suci lebih besar tingkat pelanggarannya dan dosanya dibanding di bulan-bulan lainnya, meskipun perbuatan zolim bagaimanapun juga keburukan yang besar. Tetapi Allahlah yang berhak meningkatkan apapun yang dikehendakiNya di antara urusanNya”.

Maka sebagaimana perbuatan dosa pada bulan-bulan suci tersebut tergolong besar, demikian pula amal shalih dan kebajikan yang dilakukan di dalamnya merupakan sesuatu yang sangat besar pahalanya. Oleh sebab itu manfaatkanlah event-event pembagian anugrah kebaikan dan peningkatan derajat ini sebaik-baiknya. Jauhilah perbuatan yang dapat menyebabkan terhalangnya diri dari ampunan Allah dalam musim-musim pembagian rahmat seperti ini dan juga di waktu-waktu yang lain.

Selanjutnya, ketahuilah bahwa Allah memerintahkan kalian berdoa shalawat dan salam kepada Nabi-Nya . . .

Penerjemah: Abu Abdil Muhsin Firanda
www.firanda.com


Berkenalan dengan Lukas

Selesai shalat maghrib dari masjid, saya dan teman-teman kembali ke kantor Jeddah Dakwah Center. Tidak lama, masuklah ke ruang sekretariat seorang pemuda berkulit putih dan berambut  pirang. Dia memperkenalkan diri dengan bahasa Arab yang fasih. Namanya Lukas Rothfuchs (24 tahun) berasal dari Jerman. Baru dua hari sampai di Jeddah untuk kerja praktek selama lima bulan di sebuah perusahaan di Jeddah. Lukas masih kuliah mengambil jurusan ekonomi di Universitas Bremen, Jerman.

Di Jeddah, Lukas sementara tinggal di hotel dekat kantor kami selama dua hari setelah itu akan pindah untuk tinggal di tempat yang disediakan oleh perusahaan. Ia sedang jalan-jalan melihat-lihat sekitar hotel lalu ia melihat kantor Islamic Center. Ia berpikir  mencari guru privat bagi dirinya untuk belajar tahfidz Al Quran. Ia masuk dan menemui pengurus kantor. Setelah selesai berbincang dengan pengurus kantor, saya meminta dia untuk menceritakan tentang kisah keislamannya. Kejadian ini terjadi di hari Senin, 24 Dzul Qa'dah 1434 H / 30 September 2013 M.

Masyarakat di Eropa Barat Menjauhi Agama

Lukas menyambut tawaran saya dengan hangat, beliau bercerita, "Kebanyakan masyarakat di Eropa Barat sekarang ini mereka tidak memiliki agama, mungkin di ktp mereka beragama Kristen tapi mereka tidak percaya dengan agama mereka bahkan tidak sedikit dari masyarakat yang atheis termasuk ayah saya meskipun di ktp tertulis beragama kristen. Sudah menjadi kebiasaan, kebanyakan para orang tua yang memiliki anak memasuki usia tiga belas tahun menyuruh anak-anak mereka ke gereja dan sekolah minggu. Mereka bernyanyi nyanyi dan belajar agama mereka sepekan sekali selama dua tahun. Setelah selesai dua tahun diadakan wisuda di gereja yang dihadiri oleh keluarga besar mereka. Saat itu orang tua dan para kerabat memberi hadiah uang untuk anak—anak mereka dan keponakan mereka. Setiap anak bisa mendapatkan 2000 sampai 3000 Euro (sekitar 30 juta sampai 45 juta Rupiah). Jumlah yang sangat besar bagi anak-anak usia 13 sampai 15 tahun. Hampir 95 % tujuan anak-anak belajar sekolah minggu adalah untuk mendapatkan uang saat wisuda. Mereka belajar bukan karena cinta agama.

Agama di mata masyarakat di Eropa Barat tidak ada wibawa. Mereka ragu dan tidak mempercayai agama mereka. Mereka juga mengetahui bagaimana sikap gereja dahulu yang anti terhadap ilmu pengetahuan. Mereka tidak mau didoktrin dengan sesuatu yang berlawanan dengan logika mereka. Akhirnya masyarakat antipati terhadap semua agama dan menggeneralisir bahwa semua agama adalah batil. Agama sumber perpecahan dan perselisihan. Lebih-lebih terhadap Islam, digambarkan oleh mass media bahwa Islam adalah agama yang radikal, orang muslim adalah pembunuh dan teroris. Sebagian orientalis mereka mempelajari Islam tidak secara keseluruhan. Atau jika mereka belajar secara keseluruhan maka mereka tidak jujur. Mereka membawa ayat Al Quran secara sepotong-sepotong. Mereka menyebutkan ayat-ayat jihad, bahwa Islam adalah agama kekerasan yang memerintahkan untuk membunuh orang-orang kafir. Tapi mereka menyembunyikan mengapa jihad disyariatkan? Kapan Jihad diperintahkan? Siapa orang kafir yang diperintahkan untuk dibunuh dan siapa orang kafir yang diharamkan untuk dibunuh?

Meskipun demikian sebagian masyarakat yang sering pergi ke luar negeri khususnya ke negeri-negeri Islam meskipun untuk tujuan wisata dan rekreasi, mereka melihat bahwa Islam adalah agama yang baik. Mereka dapat membedakan antara Islam dan kesalahan oknum yang kebetulan mereka sebagai muslim. Termasuk ayah saya dan keluarga saya, mereka tidak antipati terhadap Islam." 

Mencari Agama yang Hak

"Saat usia saya tiga belas tahun, saya mulai berpikir dan bertanya kepada diri sendiri, "Mengapa saya berada di dunia?" "Apa tujuan hidup saya?" "Alam semesta dengan keteraturannya pasti memiliki pencipta. Kalau ada penciptanya pastilah pencipta memerintahkan dan melarang hamba-hambaNya dengan aturan-aturan agama".

Saya teringat sekarang dengan firman Allah yang artinya,

"Sesungguhnya pada penciptaan langit dan bumi, pergantian malam dan siang, kapal yang berlayar di laut dengan (muatan) yang bermanfaat bagi manusia, apa yang diturunkan Allah dari langit berupa air, lalu dengan itu dihidupkan-Nya bumi setelah mati (kering), dan Dia tebarkan di dalamnya bermacam-macam binatang, dan perkisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi, (semua itu) sungguh, merupakan tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang berakal" (Surat Al Baqarah 164)

Mulailah saya mencari agama yang benar. Karena saya di lahirkan dari keluarga Kristen Protestan maka saya memulai mempelajari agama saya.  Saya berangkat ikut sekolah minggu atas kesadaran saya sendiri. Saya tidak mendapatkan ketenangan batin, saya tidak puas. Saya terkadang mendebat pendeta karena ada hal-hal yang tidak bisa saya terima seperti tentang trinitas dan lainnya. Pendeta tersebut mengatakan, "sebenarnya Injil yang ada di tangan kita sudah tidak asli lagi. Isi injil yang ada sekarang sekadar sebagai perumpamaan. Bahkan manusia sendiri berasalnya dari kera bukan dari Adam seperti yang kita baca di injil." Pendeta mengajarkan dogma, meskipun anda tidak puas tapi anda harus meyakininya. Bahkan saya dapatkan dari mereka sebenarnya di hati mereka tidak meyakini kebenaran injil. Saya berpikir untuk apa saya mempelajari agama sedangkan ulama nya saja mereka meragukan isi kebenaran kitab suci mereka. Akhirnya saya berhenti sekolah minggu meskipun belum selesai dua tahun.

Mulai saya mempelajari agama Hindu, Budha tapi tidak logis dan tidak bisa diterima akal saya. Saya pelajari agama yahudi ternyata agama yahudi agama rasis. Mereka mengaku bangsa pilihan Tuhan. Sedangkan manusia yang lahir bukan dari orang Yahudi maka tidak ada kesempatan untuk masuk surga, semuanya di neraka. Jelas ini agama yang batil.

Saat usia saya 14 tahun saya banyak mempelajari tentang Islam dari buku-buku dan internet. Ayah saya senang dengan sejarah dan sering mengajak saya melihat masjid-masjid yang megah ketika sedang berlibur ke Turki. Hati saya merasa tentram ketika melihat masjid atau ketika memasukinya. Permadani yang terhampar di Masjid, cahaya matahari yang masuk ke dalam masjid membuat saya mencintai masjid.

Di Jerman, saya juga mempunyai teman seorang muslim, saya kenal baik dengan keluarganya. Mereka memiliki akhlak mulia seperti kedermawanan, memuliakan tamu yang tidak kami jumpai di masyarakat asli Jerman. Teman saya dan keluarganya meskipun mereka muslim tapi mereka belum konsisten dalam keislamannya. Seperti ibunya tidak mengenakan jilbab. Saya tidak bermaksud merendahkan mereka, saya pun masih banyak kekurangan saya. Maksud saya meskipun kita memiliki kekurangan dalam keislaman, tidak menghalangi kita untuk mendakwahkan Islam sesuai dengan kemampuan kita masing-masing, khususnya dengan akhlak mulia. Contoh teman saya ini, dengan sebab akhlaknya yang mulia saya semakin cinta kepada Islam. Bisa jadi melalui muamalah yang baik kepada seseorang jauh lebih berkesan dibanding 100 buku yang kita baca atau 100 ceramah yang kita dengar."
 

Proses Lukas Masuk Islam

Saya cinta dan kagum kepada Islam karena Islam agama yang sederhana dan mudah dipahami oleh semua manusia. Petani yang awam dan professor Doktor di Universitas meskipun tingkat kecerdasan mereka berbeda, semuanya bisa menerima dan memahami Islam dengan mudah. Islam adalah agama fitrah mengajarkan tauhid penghambaan kepada Allah semata dan tidak menyekutukan Nya dengan sesuatu apapun. Betapa nikmatnya ketika kita bisa menempelkan dahi kita ke bumi untuk sujud kepada Allah. Islam adalah agama yang sempurna mencakup semua aspek kehidupan. Islam agama yang mengatur program kehidupan sehari-hari. Sampai sampai masalah makan dengan tangan kanan, berpakaian, adab masuk wc dan lain-lain diatur oleh Islam. Hal ini tidak akan kita dapatkan di agama lain.

Saya mulai meninggalkan makan babi dan minum minuman keras. Saya pun mulai belajar shalat dari internet karena di tempat kami tinggal di Walsrode belum ada masjid satu pun. Adapun di tempat saya kuliah di kota Bremen ada sekitar 30 masjid. Saya melakukan shalat sekali sepekan kemudian bertahap sekali sehari begitu pula jika datang bulan Ramadhan saya mulai puasa beberapa hari. Sampai usia saya 16 tahun saya mantap untuk masuk Islam dan berusaha menjalankan Islam dengan konsisten termasuk shalat lima waktu dan puasa sebulan penuh di bulan Ramadhan tidak pernah saya tinggalkan.

Dari mulai saya mencari agama yang hak sampai saya memeluk Islam butuh waktu tiga tahun. Dalam kesempatan ini saya berpesan kepada para dai agar dalam dakwah mereka kepada non muslim janganlah dengan cara setengah memaksa. Ada sebagian dai ketika bertemu dengan non muslim yang sedang mencari kebenaran, mereka meminta dia buru-buru masuk Islam. "Kalau anda tidak segera masuk Islam, anda mati maka anda akan masuk neraka selama-lamanya". Orang non muslim tadi mungkin akan mengucapkan dua kalimat syahadat di depan da'i tersebut tapi bukan karena ikhlas dan ridha serta yakin. Dia masuk Islam nya setengah terpaksa, akhirnya dengan mudahnya dia akan murtad lagi ketika dia mendapatkan masalah atau musibah dalam hidupnya. Allah berfirman yang artinya, "Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam)…" (Surat Al Baqarah 256)"

Penyusun menjadi teringat dengan dakwah Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam kepada tawanan yang berada di dalam masjid yaitu Tsumamah bin Utsal. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam memperlakukan tawanan dengan baik bahkan sampai melepaskannya. Dengan sebab keluhuran akhlak Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam akhirnya Tsumamah bin Utsal mendapatkan hidayah Allah dan masuk Islam dengan kesadaran sendiri dan tetap istiqamah sampai akhir hayatnya radhiallahu anhu. Semoga Allah menetapkan hati kita agar istiqamah sampai akhir hayat, amin.

Jangan Jadikan Kami Sebagai Fitnah bagi Orang-Orang Kafir

Yang membuat penyusun kagum kepada Lukas diantaranya dia banyak hafal ayat-ayat Al Quran dan membacanya dengan fasih –masya Allah-. Masih dalam obrolan dengan Lukas, ia melanjutkan pembicaraannya:

" Allah berfirman yang artinya,

"Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan kami (sasaran) fitnah bagi orang-orang kafir. Dan ampunilah kami, ya Tuhan kami. Sesungguhnya Engkau Yang Mahaperkasa, Mahabijaksana"(Surat Al Mumtahanah 5)

Saya bukan orang yang pandai ilmu agama, tapi saya belajar dari ilmu mereka. Yang saya ketahui dari ahli tafsir bahwa diantara maknanya jangan sampai orang-orang kafir menguasai orang-orang yang beriman sehingga mereka akan mengatakan jika agama mereka benar tentulah mereka tidak akan kalah dari kami."

Penyusun sempat mengecek dari beberapa kitab tafsir dan diantaranya penjelasan Imam Ibnu Katsir tentang ayat ini,

"Mujahid dan Adh Dhahhak berkata, "Janganlah Engkau adzab kami lewat tangan mereka dan janganlah Engkau adzab kami secara langsung dari Mu, nanti mereka akan berkata, 'Seandainya mereka di atas kebenaran tentu mereka tidak akan mengalami musibah tersebut' ". Qatadah berkata, "Janganlah Engkau menangkan mereka atas kami yang menyebabkan mereka terfitnah (menjadi takabur dan ujub) bahwa mereka menang dikarenakan agama mereka dalam kebenaran". Pendapat ini dipilih oleh Ibnu Jarir Ath Thabari. Ali bin Abi Thalhah berkata dari Ibnu Abbas, "Janganlah Engkau kuasakan mereka atas kami yang menyebabkan mereka memfitnah kami". (Tafsir Ibnu Katsir).

Lukas melanjutkan pembicaraannya,

"Ayat ini menjadi pr bagi kita kaum muslimin untuk lebih unggul dalam segala bidang dari orang-orang kafir. Hal ini membutuhkan kerja keras dan kesungguhan dalam belajar dan beramal serta selalu berdoa meminta taufik Allah. Juga tanggung jawab kaum muslimin agar mereka berakhlak dengan akhlak mulia sesuai apa yang Allah bimbingkan dalam Al Quran dan lewat lisan Rasululllah Shallallahu Alaihi Wasallam. Jika seorang muslim berperilaku dan berakhlak buruk berarti dia telah merusak citra Islam dan menjadi penyebab fitnah bagi orang kafir karena hal ini akan menjadi penghalang bagi mereka untuk masuk Islam. Dan anda ikut menanggung dosanya!"
 

Cita-Cita Lukas

Lukas bercita-cita ingin membuka sekolah Tahfidz Al Quran. Lukas sekarang sudah menghafal 7 juz dan berusaha untuk menyempurnakan sampai 30 juz. Dia berkeyakinan bahwa umat Islam akan bersatu dan saling mencintai jika kaum muslimin mengamalkan Al Quran. Semoga Allah mengabulkan dan meralisasikan cita-cita Lukas dan memberikan taufik kepadanya dan kita semua, amin.



Pesan Lukas untuk Kaum Muslimin di Indonesia

Penyusun bertanya kepadanya apa pesan anda untuk kaum muslimin di Indonesia?

Lukas menjawab,

"Saya berpesan untuk kaum muslimin di Indonesia dan di seluruh dunia agar mereka bersyukur kepada Allah yang telah mengaruniakan mereka nikmat hidayah sejak mereka lahir. Hendaknya saudara-saudara kita kaum muslimin bersyukur bahwa keluarga mereka juga muslim. Rasa syukur kepada Allah ini harus direalisasikan dengan kesungguhan mempelajari Islam, mempelajari Al Quran dan Assunnah dengan metodologi yang benar yaitu memahami dan mempraktekkan Islam dengan pemahaman dan praktek para sahabat radhiallhu anhum. Karena dengan mengikuti Ijma' (kesepakatan) mereka berarti kita berjalan di jalan Allah sesuai dengan tuntunan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam.

Allah berfirman yang artinya, " Dan barangsiapa menentang Rasul (Muhammad) setelah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan dia dalam kesesatan yang telah dilakukannya itu dan akan kami masukkan dia ke dalam neraka jahannam, dan jahannam itu seburuk buruk tempat kembali " (Surat An Nisaa 115)

Mungkin kalian tidak merasakan betapa besarnya nikmat Islam karena kalian dilahirkan sebagai muslim dan keluarga kalian muslimin. Coba anda bayangkan! Seandainya ayah anda, ibu anda, anak anda, kakak dan adik anda bukan muslim dan mereka mati dalam keadaan kafir! Anda tidak bisa mendoakan mereka!, anda tidak bisa memohonkan ampun untuk mereka!, anda tidak bisa mengucapkan doa, "Semoga Allah merahmati mereka !"

Tersentak hati saya dan merinding badan saya mendengarkan ucapannya yang keluar dari hati mengingat Lukas hanya sendiri di keluarganya yang Islam.

Semoga Allah memberkahi Lukas, menetapkannya di atas Islam yang hak sampai wafatnya dan menjadikannya cinta akan keimanan dan menghiasinya di hatinya. Semoga Allah mengirimkan untuknya saudara-saudara se Islam yang berakhlak mulia, membantunya dalam kebaikan dan ketaatan dan membimbingnya dengan ilmu yang bermanfaat dan ilmu yang benar. Semoga Allah memberikan hidayah untuk kedua orang tuanya, keluarganya dan orang-orang terdekatnya kepada Islam, karuniakanlah mereka mengucapkan dua kalimat syahadat sebelum mereka wafat. Semoga Allah menjadikan Lukas sebagai sebab masyarakat di Jerman dan di Eropa masuk Islam.

Lukas melanjutkan pembicaraannya, "Hal lain yang ingin saya sampaikan kepada kaum muslimin yang masih bermalas malasan untuk shalat lima waktu. Kami di Jerman dengan masyarakat dan lingkungan yang tidak mendukung keislaman, kami tidak mendengarkan adzan dikumandangkan, sedikitnya jumlah masjid tapi kaum muslimin di sini khususnya mualaf mereka rajin dan konsisten untuk shalat lima waktu di masjid."

 Semoga Allah menambahkan iman kita semua dengan membaca kisah Lukas ini, amin.

Lukas berpesan kepada para aktivis da'wah,

" Hendaknya para juru dakwah bersikap bijaksana dalam berdakwah. Perbedaan mereka dalam metode berdakwah selama mereka sepakat dalam prinsip-prinsip Islam tidak menjadikan mereka bermusuh-musuhan. Saya tidak mengatakan untuk membiarkan kesalahan, kesalahan harus diperbaiki dengan cara yang baik. Jangan sampai perselisihan diekspos lewat internet, buku, kaset yang membuat orang-orang kafir yang sedang mencari kebenaran menjadi ragu akan kebenaran Islam disebabkan oknum-oknum umat Islam yang arogan dan tidak bijaksana. Bahkan terjadi sebagian mualaf di negeri kami yang murtad kembali melihat perselisihan yang terjadi diantara para dai dan ustadz!".

Semoga Allah melembutkan hati kita semua dan mengumpulkan kita di atas kebenaran dan petunjuk, amin.

Selesai mewawancara Lukas, saya segera menyusun tulisan ini. Empat hari kemudian, saya bacakan lagi hasil tulisan saya di hadapan beliau meminta persetujuannya untuk mempublikasikan hasil wawancara. Alhamdulillah beliau setuju dan senang bisa bekerjasama dalam dakwah dan bisa menyampaikan pesan-pesannya untuk kaum muslimin di Indonesia. Lukas menyampaikan salam untuk kaum muslimin di Indonesia.

Terakhir, hendaknya kita merenungkan kisah Islam Lukas ini dan dapat memetik faidah dan pelajaran yang sangat banyak sekali guna memotivasi kita dalam belajar menuntut ilmu Islam dan ilmu-ilmu lainnya yang memberikan manfaat untuk kemaslahatan umat Islam. Berusaha keras mempraktekkan Islam dengan kaaffah (sempurna) dan meninggalkan larangan-larangan agama agar kita mendapatkan ridha dan cinta dari Allah Ta'ala. Semoga Allah menjadikan kita semua sebagai orang-orang yang selalu bersyukur kepada Nya, menjadikan kita sebagai orang-orang yang amanah dan menghiasi kita semua dengan keimanan yang benar dan akhlak yang mulia, amin….

Jeddah, Jumat pukul 17.14 tanggal 28 Dzulqa'dah 1434 H / 4 Oktober 2013 M


 Diambil dari situs firanda.com(http://firanda.com/index.php/artikel/sirah/547-kisah-islam-lukas-pemuda-dari-jerman)
BAHASAN PERTAMA

JAWABAN DALIL-DALIL TERPENTING MEREKA

Dalil Pertama
Firman Alloh Ta’ala :

[وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ الله فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ] [المائدة: 44]

Artinya : Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir ( QS. Al Maidah : 44 )

Jika dikatakan : pemerintah yang memberlakukan selain yang Alloh turunkan adalah kafir dengan nash ayat ini .

Jawab : kufur dalam ayat ini adalah kufur ashghar bukan akbar , buktinya adalah tiga hal berikut :

1. Ijma ahli sunnah bahwa ayat ini bukan dimaknai sesuai dhahirnya , telah lalu ( di halaman 24 ).

2.  Tafsir ibnu Abbas radhiyallohu anhuma, telah lalu ( halaman 42 ).

3.  Tafsir sebagian tabiien[1] ( = murid-murid ibnu Abbas radhiyallohu anhu wa rahimahum ), dan telah lalu ( halaman 41 ) , dan tidak diketahui adanya yang menyelisihi mereka di zaman itu.

Lalu jika dikatakan : hukumasal kata kufur saat dimutlakkan adalah kufur akbar .

Maka dijawab : pembawaan kaidah ini tidak ada gunanya , sebab telah datang penjelasan maksud kufur dalam ayat itu yaitu ; kufur ashghar, dan itu adalah tafsir Ibnu Abbas dan sebagian muridnya .

Lalu jika dikatakan : ibnu Taimiyah telah melakukan penelitian lafadz (  al kufr ) yang mendapat takrif dengan Alif Lam, maka beliau mendapatkan dipastikan bahwa ia kufur akbar, sehingga beliau berkata : “ kufur yang ditakrif difahami kepada kufur yang makruf yaitu yang mngeluarkan dari agama “ ( Syarh Umdah , bagian Shalat hal. 82 ).

Maka dijawab : penelitian beliau adalah lafdz ini dalam bentuk mashdar ( alkufru ) , sementara dalam ayat itu berbentuk Fa’il ( alkafir ), dan keduanya berbeda ; sebab mashdar menunjukkan perbuatan saja, adapun isim fa’il maka menunjukkan perbuatan dan yang melakukan perbuatan itu ( Fa’il = pelaku ) .

Karena itulah Ibnu Taimiyah sendiri berpendapat bahwa kufur yang dimaksud dalam ayat itu adalah kufur ashghar, dan beliau mengatakan bahwa itu adalah pendapat sebagian imam sunnah , bahkan keumuman salaf, dan telah dijelaskan ucapan beliau ( hal. 44 ).

Berkata ibnu Utsaimin rahimahulloh : “ termasuk keburukan dalam pemahaman adalah ucapan orang yang menisbatkan kepada Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah bahwa belaiu berkata ( jika dimutlakkan kufur maka yang dimaksud hanyalah kufur akbar ), dengan berdalil ucapan ini mereka mengkafirkan dengan ayat : “ maka merekalah orang-orang yang kafir “ ( QS. Al Maidah 44 ) ! padahal di ayat ini tidak ada lafadz “ alkufru “ !, adapun ucapan yang benar dari Syaikhul Islam maka adalah dalam pembedaan lafadz “ alkufru “ yang disertai alif lam dengan lafadz “ kufrun “ nakirah . Adapun Washf, maka boleh kita berkata ( هؤلاء كافرون ) atau ( هؤلاء الكافرون  ) , untuk menunjukkan sifat yang mereka miliki yaitu kufur yang tidak mengeluarkan dari agama, maka adalah berbeda antara disifati dengan perbuatan  dengan disifati dengan pelaku “ ( Fitnah Takfir hal. 25, footnote 1 ) .

Dalil kedua
Firman Alloh Ta’ala :

{فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا} [النساء: 65]

Artinya : Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.( QS. Nisa 65 ).

Jika dikatakan : sungguh Alloh menafikan iman dari orang yang tidak berhukum dengan syariah, dan ini menunjukkan kafir.

Jawab : bahwa yang dinafikan adalah kesempurnaan iman bukan pokok iman ( = bukan keseluruhan ) , maka ayat ini menghukumi kekurangan iman bukan kehilangan iman.

Penjelasannya : penafian iman terkadang disebut dalam syariah dan dimaksud dengannya adalah menafikan kesempuraan bukan menafikan ashl ( pokok ) iman.

Di antara contohnya : sabda beliau shollallohu alaihi wa sallam : “ tidak beriman salah seorang dari kalian hingga ia mencintai untuk saudaranya apa yang ia cintai untuk dirinya sendiri “ ( HR. Bukhary 13, Muslim 168 ). Dan sabda beliau shollallohu alaihi wa sallam : “ Demi Alloh tidak beriman, demi Alloh tidak beriman, demi Alloh tidak beriman . Ditanyakan : siapa Ya Rasulalloh ? beliau bersabda : seorang yang tetangganya tidak merasa aman dari gangguannya “ ( HR. Bukhary 6016 ).

Saya berkata : jika engkau telah mengetahui bahwa menafikan iman ada dalam syariat kita dengan maksud menafikan kesempurnaannya, dan engkau mengetahui bahwa hal ini mengharuskan kita berhati-hati dalam mengkafirkan dengan ayat ini ; maka ketahuilah bahwa telah ada bukti yang menunjukkan bahwa iman yang dinafikan dalam ayat ini bukan lagi pokok iman namun telah bergeser kepada  kesempurnaannya, diantara yang menyebabkan perubahan makna ini adalah dua hal :

Penyebab pertama : bahwa penafian iman dalam ayat ini terbagi dalam tiga golongan :

1. Yang tidak berhukum kepada Rasul shollalohu alaihi wa sallam

2. Yang mendapi ganjalan hati atas hukum Rasul shollallohu alaihi wa sallam.

3. Yang tidak menyerahkan diri kepada hukum Rasul shollallohu alaihi wa sallam.

 Saya berkata : barangsiapa menjadikan yang dinafikan adalah ashlul iman ( = seluruhnya ) maka harus mengkafirkan mereka bertiga seluruhnya, padahal ada dalil yang menunjukkan tidak kafirnya golongan kedua dan ketiga, di antaranya adalah dua dalil yang jelas :

Adapun yang pertama : apa yang diceritakan Anas bin Malik radhiyallohu anhu, saat dibuka kota Makkah, dibagi ghanimah kepada Quraisy, maka kaum Anshar berkata : sungguh ini sangat aneh ! pedang kita masih mengucurkan darah mereka, namun ghanimah kita diberikan kepada mereka ! maka berita itu sampai kepada Rasululloh shollallohu alaihi wa sallam sehingga beliau mengumpulkan mereka, lalu beliau bertanya : “ berita apakah yang telah sampai padaku ? “, mereka menjawab : “ ( benar , memang ) seperti yang samapi kepada Anda” , mereka tidak berdusta. Maka beliau bersabda : “ tidakkah kalian ridha saat manusia kembali ke rumah-rumah mereka dengan harta dunia, kalian kembali ke rumah kalian dengan Rasul Alloh ? jika manusia menempuh satu lembah atau bukit dan Anshar menempuh lembah atau bukit yang lain, tentu aku akan menempuh lembah atau bukit yang dipilih Anshar “ ( HR. Bukhary 3778, Muslim 2437 ). Mereka lalu menjawab : “ Wahai Rasul Alloh, kami telah ridha “ ( HR. Bukhary 4331, Muslim 2438 ). Maka semoga Alloh meridhai Anshar dan seluruh shahabat Naby shollallohu alaihi wa sallam, betapa baik dan benarnya iman dan kecintaan mereka kepada Rasululloh shollallohu alihi wa sallam.

Adapun yang kedua : adalah hadits Aisyah radhiyallohu anha bahwa istri – istri Naby shollallohu aliahi wa sallam mendatangi beliau dan membujuk agar beliau adil pada Binti Abi Quhafah ( = Aisyah radhiyallohu anha ) ( HR. Bukhary 2581, Muslim 6240 ) ... semoga Alloh meridhai para istri Naby shollallohu alaihi wa sallam .

Saya berkata : jika yang dinafikan pada golongan kedua dan ketiga adalah kamal ( kesempurnaan ) iman, maka demikianlah pula seharusnya pada golongan pertama, jika golongan kedua dan ketiga tidak kafir maka golongan pertama pun demikian, sama saja, karena ancaman yang ada pada mereka sama .

Apalagi jika engkau bandingkan hal ini dengan ucapan Ibnu Taimiyah rahimahulloh : “ ayat ini termasuk dalil yang digunakan Khawarij untuk mengkafirkan pemerintah yang tidak berhukum dengan apa yang Alloh turunkan “ ( Minhajus Sunnah 5/131 ), maka akan bertambah jelas.

Penyebab kedua : dan ini agak rumit, bahwa ayat ini turun pada seorang Anshary Badry, sedangkan ahli badr adalah orang-orang yang terjaga dari kufur akbar, yaitu saat terjadi pertikaian antara Zubair dengan orang tersebut, maka Naby shollallohu alaihi wa sallam menetapkan keputusan yang membuat marah orang Anshar itu, lalu dia berkata : apakah karena ia anak bibimu ?! ( HR. Bukhary 2362, 2708, 4585, Muslim 6065, Abu Dawud 3637, Tirmidzy 1363, Nasa’iy 5431 ) .

Maka lihatlah, bagaimana seorang badry ( ahli badr ) itu marah, radhiyallohu anhu dan tidak menerima dengan penuh dengan keputusan naby shollallohu alaihi wa sallam dalam perkara itu ?!

Berkata Ibnu Baz rahimahulloh menjelaskan firman Alloh ini ( QS. Annisa 65 ) : “ barangsiapa mengira bahwa boleh berhukum dengan selainnya ( yakni syariat ) atau berkata : “ manusia boleh berhukum kepada nenek moyang “ atau “ kepada leluhur “ atau “ kepada undang-undang yang dibuat manusia “, dari barat atau pun timur, barangsiapa mengira hal ini boleh maka dinafikan iman darinya dan ia menjadi kafir dengan kufur akbar...adapun yang berpandangan bahwa yang wajib adalah berhukum kepada syariat Alloh, dan bahwa tidak boleh berhukum kepada undang-undang atau selainnya yang menyelisihi syariat Alloh, namun ia terkadang memutuskan dengan selain yang Alloh turunkan karena hawa nafsu berkaitan pihak terdakwa, atau sogokan atau karena urusan politik atau yang semisalnya, dan ia mengetahui bahwa dirinya dzalim dan salah dan menyelisihi syariat ; maka orang ini kurang iman dan telah dinafikan darinya kesempurnaan iman dan ia menjadi kafir dengan kufur ashghar, dzalim dengan dzalim ashghar, fasiq dengan fasiq ashghar “ ( Al Fatawa 6/249 ) .

Bahkan berkata ibnu Taimiyah rahimahulloh : “ setiap yang dinafikan Alloh dan Rasul-Nya dari nama-nama perkara yang wajib seperti nama iman dan islam dan dien dan shalat dan shiyam dan thaharah dan haji dan selainnya, maka sesungguhnya karena meninggalkan suatu kewajiban dari nama itu , di antaranya firman Alloh ta’ala :

{فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا} [النساء: 65]

Artinya : Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.( QS. Nisa 65 ).

Maka ketika iman dinafikan samapi didapatkan tujuan, ini menunjukkan bahwa tujuan ini adalah fadhu atas manusia, barangsiapa meninggalkannya maka ia termasuk yang diancam yang belum memiliki iman yang wajib yang dijanjikan akan masuk surga tanpa adzab “ ( Al Fatawa 7/37 ) .

Beliau juga berkata : “maka kapan saja ada penafian amal dalam kitab dan sunnah adalah karena hilangnya sebagian kewajibannya, seperti firman Alloh Ta’ala : ( Artinya ) : Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.( QS. Nisa 65 ).

Jika dikatakan ; apakah dalil bahwa Alloh menjaga keimanan ahli badar dari terjatuh dalam kekafiran ?

Maka jawabnya : Alloh telah wajibkan bagi mereka surga, sebagaimana dalam kisah Hatib radhiyallohu anhu saat Naby shollalohu alaihi wa sallam bersabda : “ Alloh telah melihat mereka dan berfirman : berbuatlah sekehendak kalian karena Aku telah wajibkan bagi kalian surga ‘ ( HR.AlBukhary 6939 ) .

 Saya berkata : maka barangsiapa tidak berpendapat dengan kekhususan mereka serta penjagaan Alloh terhadap mereka dari terjatuh pada perkara yang mengeluarkan dari Islam, maka telah menentangkan hadits itu dengan firman Alloh Ta’ala :

[إِنَّ الله لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ ] [النساء: 48]

Artinya : Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya ( Qs Annisa 48 & 116 )

Sebab kufur dan syirik akbar itu tidak diampuni, padahal Alloh telah wajibkan surga bagi ahli badar.

Jika dikatakan : bukankah bisa jadi seorang dari ahli badar terjatuh dalam kekufuran namun kemudian mendapat taufik untuk bertaubat dari kekufuran itu, sehingga lalu meninggal di atas tauhid, maka tidak ada pertentangan antar dalil ?

Dijawab dari dua sisi :

1. Alloh telah ampuni ahli badar, dan ampunan itu tidak dikaitkan dengan taubat, dan wajib bagi kita memahami keutamaan ini sesuai kemutlakannya dan tidak mengkaitkan dengan sesuatu  dalam hal yang Alloh mutlakkan .

2. Jika boleh dikatakan dengan kemungkinan itu tentu keutamaan akan hilang ! dan keistimewaan mereka menyaksikan perang badar menjadi tiada arti ! sebab para ulama telah bersepakat bahwa semua dosa – sampai kekufuran – diampuni dengan taubat. Apabila dosa ahli badar diampuni jika bertaubat, maka tidak ada keutamaan yang mengistimewakan mereka dari selainnya .

Saya akan tutup bahasan ini dengan ucapan ibnu taimiyah rahimahulloh : ‘ ucapan-Nya kepada ahli badar dan semisalnya : “ berbuatlah sekehendak kalian karena Aku telah ampuni kalian “ : jika dibawa kepada dosa-dosa kecil, atau ampunan dengan taubat, maka tidak beda mereka dengan selainnya. Maka sebagaimana hadits qudsi ini tidak bisa dibawa dalam masalah kufur yang diketahui bahwa kufur tidak diampuni kecuali dengan taubat, demikian juga tidak bisa dibawa kepada dosa-dosa kecil yang dihapus dengan menjauhi dosa - dosa besar ( Al Fatawa 7/490 ) .

Jika dikatakan : ayat ini menafikan iman dari orang yang tidak berhukum kepada syariat dan tidak mesti hukum ini dapat diterapkan langsung kepada shahabat itu karena memvonis seseorang memiliki kriteria berupa syarat dan penghalang .

Jawab : shahabat ini memiliki keistimewaan atas selainnya sebab nash ( hadits – pent ) datang kepadanya, dan tidak bisa menafsirkan ayat tanpa melibatkannya. Walaupun al ibrah bi umumi lafdzi la bi khususi sabab ( hukum berlaku secara umum tidak khusus pada sebabnya saja ) , namun tidak ada ikhtilaf bahwa orang yang dalil turun padanya pasti termasuk dalam hukum itu, bahkan lebih berhak.

Berkata Ibnu Taimiyah rahimahulloh : ayat yang memiliki sebab tertentu, jika berupa perintah atau larangan, maka mencakup orang tersebut dan selainnya yang sesuai dengannya, jika berupa khabar pujian atau celaan, maka mencakup orang itu dan selainnya yang seperti dia “ ( Al Fatawa 13/339 ) .

Berkata Ibnul Qayyim rahimahulloh : “ maka tempat sebab tidak dapat keluar dari hukum, dan berkaitan dengan selainnya “ ( Zaadul Ma’ad 5/317 ) .

Bahkan Az Zarkasy rahimahulloh menukilkan bahwa sebagian ulama menghikayatkan ijma atas perkara itu : “ maka tempat sebab tidak bisa dikeluarkan dengan ijtihad secara ijma sebagaimana diceritaklan Al Qadhy Abu Bakar dalam Mukhtashar At Taqrib ; sebab masuknya sebab adalah qath’iy “ ( Al Burhan 1/117 ) .

Dalil ketiga
Firman Alloh Ta’ala :

[أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ يَزْعُمُونَ أَنَّهُمْ آمَنُوا بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ يُرِيدُونَ أَنْ يَتَحَاكَمُوا إِلَى الطَّاغُوتِ وَقَدْ أُمِرُوا أَنْ يَكْفُرُوا بِهِ وَيُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُضِلَّهُمْ ضَلَالًا بَعِيدًا} [النساء: 60]

Artinya : Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu ? mereka hendak berhakim kepada thaghut[312], Padahal mereka telah diperintah mengingkari Thaghut itu. dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya. ( QS . An Nisa 60 ) .

Jika dikatakan ; sungguh orang yang berhukum kepada selain syariat telah kafir karena alloh telah menghukuminya dengan kemunafikan .

Jawab : ada dua hal :

Pertama : benar, bahwa ayat ini datang tentang munafikin, tetapi maknanya dapat difahami kepada dua sisi :

1. Bahwa iman mereka menjadi anggapan ( = yaitu menjadi munafikin ), karena mereka menginginkan berhukum kepada thaghut, ini j=menjadi pegangan mereka yang menyelisihi.

2. Bahwa termasuk sifat ahli iman yang dusta ( munafikin ) adalah mereka ingin berhukum kepada thaghut, dan persamaan mukmin dengan munafik dalam satu sifat dari sifat mereka – seperti dusta -  tidak menyebabkan kafir, maka atas dasar ini ; maka siapa yang berhukum kepada selain yang Alloh turunkan berarti telah menyerupai kaum munafikin dalam satu sifat dari sifat mereka, dan ini tidak menunjukkan kafir kecuali ada dalil yang lain.

Saya berkata : dan jika ada kemungkinan kafir dan tidak kafir dalam satu perkara ; maka tidak dikafirkan, sebab pengkafiran tidak bisa didirikan dia atas dasar kemungkinan, namun harus dibangun di atas keyakinan, sehingga harus berhati-hati padanya, terlebih lagi, tidak ada dalil bahwa mereka dihukumi nifaq hanya karena mereka berhukum kepada selain Alloh.

Kedua : bahwa keinginan mereka bukan keinginan yang mutlak, tetapi keinginan khusus yang mengandung hal yang menafikan kufur kepada thaghut. Dan barangsiapa yang tidak meyakini wajibnya kafir kepada thaghut maka tidak ragu lagi bahwa ia kafir dengan kufur akbar.

Berkata Thabary rahimahulloh : ( يريدون أن يتحاكموا ) dalam perselisihan mereka, ( إلى الطاغوت ) , yakni : kepada siapa yang mereka agungkan dan keluar dari ucapannya hukum dan mereka ridhai hukumnya dari selain hukum Alloh. ( وقد أمروا أن يكفروا به ), beliau berkata : padahal Alloh telah memerintahkan mereka agar mendustakan apa yang didatangkan oleh thaghut yang mereka berhukum kepadanya lalu mereka meninggalkan perintah Alloh dan mengikuti perintah syaithan “ ( Tafsir 5/96 ) .

Dalil keempat
Firman Alloh ta’ala :

{وَلَا تَأْكُلُوا مِمَّا لَمْ يُذْكَرِ اسْمُ الله عَلَيْهِ وَإِنَّهُ لَفِسْقٌ وَإِنَّ الشَّيَاطِينَ لَيُوحُونَ إِلَى أَوْلِيَائِهِمْ لِيُجَادِلُوكُمْ وَإِنْ أَطَعْتُمُوهُمْ إِنَّكُمْ لَمُشْرِكُونَ} [الأنعام: 121]

Artinya : dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan. Sesungguhnya syaitan itu membisikkan kepada kawan-kawannya agar mereka membantah kamu; dan jika kamu menuruti mereka, Sesungguhnya kamu tentulah menjadi orang-orang yang musyrik ( QS. An’am : 121 )

Jika dikatakan : sungguh orang yang mentaati selain Alloh pada apa yang menyelisihi perintah Alloh maka telah berbuat syirik .

Jawab ; ada dua sisi :

1. Dzahir ayat seakan menunjukkan bahwa setiap taat adalah syirik, ini bukan yang dimaksud, bahkan tidak ada seorang pun berpendapat demikian, maka :

2. Taat yang dimaksud – di sini – adalah taat dalam penghalalan dan pengharaman ; yaknijika mengikuti mereka dengan meyakini kehalalan yang haram dan keharaman yang halal, berkata Abdul Lathif bin Abdurrahman bin Hasan rahimahumulloh : “ dan perhatikan firman Alloh :

[وَإِنَّ الشَّيَاطِينَ لَيُوحُونَ إِلَى أَوْلِيَائِهِمْ لِيُجَادِلُوكُمْ وَإِنْ أَطَعْتُمُوهُمْ إِنَّكُمْ لَمُشْرِكُونَ] [الأنعام: 121]

 Artinya : Sesungguhnya syaitan itu membisikkan kepada kawan-kawannya agar mereka membantah kamu; dan jika kamu menuruti mereka, Sesungguhnya kamu tentulah menjadi orang-orang yang musyrik ( QS. An’am : 121 ) ; bagaimana Alloh hukumi atas orang yang mentaati wali-wali syaithan dalam penghalalan apa yang Alloh haramkan maka ia musyrik “ ( Uyun Rasa’il 1/251 ).

Dalil kelima
Firman Alloh Ta’ala :

[أَمْ لَهُمْ شُرَكَاءُ شَرَعُوا لَهُمْ مِنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَنْ بِهِ الله] [الشورى: 21]

Artinya : Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah ( Qs. Syura 21 ).

Maka jika dikatakan : pemerintah yang berhukum dengan selain yang Alloh turunkan adalang sekutu Alloh dalam hukum-Nya maka dia kafir .

Jawab : ayat ini tidak menunjukkan kafir kecuali pelaku tabdiel, sebab ayat ini mengkafirkan orang yang mengumpulkan dua sifat :

1.       Tasyrie’ ( pensyariatan )(  شَرَعُوا لَهُمْ )

2.       Menisbatkan kepada agama ( مِنَ الدِّينِ )

·         Saya katakan : inilah tabdiel yang telah dijelaskan bahwa ia kekafiran dengan ijma ( halaman 20 ).

Dalil Keenam
Firman Alloh Ta’ala :

﴿ ولا يشرك في حكمه أحدا ﴾ [ الكهف ٢٦ ]

Artinya : dan Dia tidak mengambil seorangpun menjadi sekutu-Nya dalam menetapkan keputusan ( QS. Al Kahfi : 26 )

Maka jika dikatakan : pemerintah yang berhukumdengan selain hukum Alloh telah menjadikan dirinya sebagai sekutu bagi Alloh dalam hukumnya maka ia kafir .

Maka jawabannya adalah dari dua sisi :

1.Tidak dapat diterima jika dikatakan bahwa pemerintah yang berhukum dengan selain hukum Alloh adalah sekutu bagi Alloh dalam setiap keadaan ; sebab jika ia menisbatkan hukum yang ia buat kepada agama ( Tabdiel ), atau meyakini bahwa boleh hukumnya memutuskan dengan selain hukum Alloh ( istihlal ) : maka ia adalah sekutu dalam hukum-Nya,  adapun jika tidak demikian maka tidak masuk dalam ayat ini .

2.Bahwa siapa yang menyelisihi kebenaran dalam hal ini dan mengambil ayat ini hanya dari keumumannya harus mengkafirkan setiap bentuk berhukum dengan selain hukum Alloh dengan alasan persekutuan dalam hukum-Nya, padahal ahlu sunnah telah berijma atas ketidak kafiran ja’ir ( yang dzalim )  ( lihat hal. 21 ), dan ijma ini cukup untuk membantah faham ini .

Dalil Ketujuh
Firman Alloh :

[ إن الحكم إلا لله ] [ الأنعام ٥٧ ، يوسف ٤۰ ، ٦٧ ]

Artinya : keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah ( QS. An’am 57, Yusuf 40 , 67 ) .

Jika dikatakan : barangsiapa yang membuat hukum sendiri berarti telah menyaingi Alloh dalam satu perkara khusus bagi-Nya, maka dia kafir .

Jawaban hal ini dari tiga sisi :

1. Tidak dapat diterima pernyataan bahwa pemerintah yang berhukum dengan selain yang Alloh turunkan berarti menyaingi Alloh dalam hukum dengan sekedar perbuatannya tanpa ia mengklaim bahwa dirinya berhak akan hal itu.

2.Yang menyelisihi kebenaran dalam hal ini seharusnya juga mengkafirkan pemimpin dzalim yang ahli sunnah telah berijma akan ketidakkafirannya ( hal 21 ).

3.Yang menyelisihi dalam hal ini seharusnya – juga – mengkafirkan tukang gambar yang ahli sunnah telah berijma akan ketidakkafirannya ( hal 29 ) .

Dalil kedelapan
Firman Alloh :

[ اتخذوا أحبارهم ورهبانهم أرباباً من دون الله ] [ التوبة ۳١ ]

Artinya : mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai Tuhan selain Allah ( QS. Taubah 31 ).

Jika dikatakan : sesungguhnya ahli kitab ketika mentaati ulama mereka dan rahib mereka dalam hukum mereka yang bukan apa yang Alloh turunkan maka Alloh sifati mereka bahwa mereka menjadikan tokoh itu sebagai tuhan-tuhan selain Alloh : maka perbuatan ini adalah syirik .

Jawab : taat kepada ulama dan rahib tidak keluar dari dua keadaan :

1.ketaatan mereka dalam meyakini kehalalan apa yang Alloh haramkan dan keharaman apa yang Alloh halalkan , dan ini adalah kekufuran yang mengeluarkan dari agama tanpa khilaf .

2. ketaatan mereka dalam bermaksiat kepada Alloh tanpa meyakini kehalalan apa yang Alloh haramkan atau keharaman apa yang Alloh halalkan ; maka ini tentu bukanlah kekufuran ; sebab tidak ada dalil mengkafirkan dengan sebab ini, juga hal ini berkonsekuensi harus mengkafirkan pelaku dosa yang mentaati hawa nafsu mereka atau siapa yang mengajak mereka dalam maksiat, dan berimplikasi harus mengkafirkan seorang yang Ahli Sunnah telah bersepakat akan ketidakkafirannya ; seperti orang yang mentaati istri atau anak dalam maksiat .

Berkata Ibnu Taimiyah rahimahulloh : “  dan mereka yang menjadikan rahib dan ulama mereka sebagi tuhan-tuhan yang mereka taati dalam menghalalkan apa yang Alloh haramkan dan mengharamkan apa yang Alloh halalkan dapat dibagi kepada dua sisi :

Yang pertama : mengetahui bahwa mereka melakukan tabdiel terhadap agama Alloh lalu mereka mengikuti atas dasar tabdiel ; sehingga mereka meyakini kehalalan apa yang Alloh haramkan dan keharaman apa yang Alloh halalkan karena mengikuti pemimpin mereka padahal mereka mengetahui bahwa hal itu menyelisihi agama para Rasul ; maka ini kekufuran.....

Yang kedua : keyakinan dan iman mereka tentang keharaman yang halal dan kehalalan yang haram[2] tetap / tidak berubah, namun mereka mentaatinya dalam maksiat sebagaimana dilakukan oleh pelaku maksiat yang masih meyakini itu sebagi maksiat ; maka mereka mendapat hukum yang semisal dengan pelaku dosa lainnya “ ( Al fatawa 7/70 ).

Dalil kesembilan
Firman Alloh Ta’ala :

[ وما اختلفتم فيه من شيء فحكمه إلى الله ] [ الشورى ١۰ ]

Artinya : tentang sesuatu apapun kamu berselisih, maka putusannya (terserah) kepada Allah ( QS. Asyuraa 10 )

Jika dikatakan : sesungguhnya seorang yang merujuk hukum kepada selain Alloh maka telah meyelisihi apa yang Alloh Azza Wa Jalla perintahkan .

Maka dijawab : ayat ini menunjukkan wajibnya berhukum kepada Syariah ; ini tidak diperselisihkan, sebagimana tidak ada ikhtilaf bahwa mereka yang memutuskan dengan selainyang Alloh turunkan adalah para pendosa yang terjatuh dalam dosa besar ; namun dalam ayat ini tidak ada dalil tentang pengkafiran .

Dalil kesepuluh

Firman Alloh Ta’ala :

[  أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ الله حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ  ][ المائدة ٥۰ ]

Artinya : Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin ? ( QS. Al Maidah 50 )

Jika dikatakan : sesungguhnya Alloh mensifati hukum dengan selain syariah sebagai hukum jahiliyah ; ini berarti kufur .

Maka dijawab : penisbatan sesuatu kepada jahiliyah atau pensifatannya sebagai bagian dari perbuatan jahiliyah ; tidak otomatis berarti kufur .

Dalilnya adalah Rasul shollallohu alaihi wa sallam pernah berkata kepada Abu Dzar radhiyallohu anhu saat ia mencela seseorang : “ sungguh engkau seorang yang padamu ada jahiliyah “ ( HR. Bukhary 30, Muslim 4289 ) , sebagaimana beliau juga mensifati banyak perkara – yang disepakati Ahli sunnah akan ketidakkafirannya – sebagi perbuatan jahiliyah, di antaranya : mencela nasab , niyahah ( meratapi ) mayat... ( HR.Muslim 2157 ).

·         Saya berkata : barangsiapa mengatakan adanya talaazum ( keterkaitan pasti ) antara nisbat kepada jahiliyah dengan kekufuran maka seharusnya mengkafirkan golongan yang Ahlu Sunnah bersepakat ketidakkafirannya ; mencerca muslim, mencela nasab dan meratapi mayat .

Berkata Abu Ubauid Al Qasim bin Sallam rahimahulloh : “ tidakkah kau dengan firman Alloh : ( أفحكم الجاهلية يبغون ) , tafsirnya menurut ahli tafsir : bahwa siapa yang memutuskan dengan selain yang Alloh turunkan dalam keadaan beragama islam, maka ia dengan hukum tersebut seperti ahli jahiliyah, sebab dahulu demukianlah ahli jahiliyah menghukumi, demikian juga sabda beliau : “ tiga hal dari perkara jahiliyah : mencela nasab, niyahah, dan mempercayai pengaruh bintang “ , tidak ada sisi atsar ini – termasuk dosa – bahwa pelakunya jahil ! atau kafir ! atau munafiq ! ...tetapi maknanya : bahwa perbuatan ini jelas perbuatan orang kafir, diharamkan dan dilarang dalam Al Kitab dan As Sunnah “ ( Al Iman hal 90 ) .

Berkata Imam Bukhary rahimahulloh : Bab : Maksiat termasuk perkara jahiliyah, dan pelakunya tidak kafir dengan melakukannya , kecuali syirik, karena sabda Naby shollallohu alaihi wa sallam : “ sungguh engkau seorang yang padamu ada jahiliyah “ dan firman Alloh Ta’ala : ﴿ إن الله لا يغفر أن يشرك به ويغفر ما دون ذلك لمن يشاء ﴾  : Sesungguhnya Alloh tidak mengampuni dosa syirik dan mengampuni dosa di bawahnya bagi siapa yang Ia kehendaki ( QS.  An Nisa 48, 116 ) .. “ ( Shahih Bukhary sebelum hadits 30 ) .

Dalil kesebelas
Sebab turun firman Alloh :
أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ يَزْعُمُونَ أَنَّهُمْ آمَنُوا بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ يُرِيدُونَ أَنْ يَتَحَاكَمُوا إِلَى الطَّاغُوتِ وَقَدْ أُمِرُوا أَنْ يَكْفُرُوا بِهِ وَيُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُضِلَّهُمْ ضَلَالًا بَعِيدًا

Artinya : Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu ? mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintah mengingkari Thaghut itu. dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya.( QS. An Nisa : 60 )

Berkata As Sya’by rahimaulloh : dahulu terjadi perselisihan antara seorang dari munafikin dengan seorang dari Yahudi. Maka berkata Yahudi itu ; mari kita berhukum kepada Muhammad shollalohu alaihi wa sallam, karena ia tahu bahwa beliau tidak mau menerima sogokan. Munafik itu berkata : kita berhukum kepada Yahudi. Karena ia mengetahui bahwa mereka menerima risywah, lalu mereka sepakat mendatangi seorang dukun di Juhainah lalu berhukum padanya , maka turunlah ayat ini ( Al Wahidy dalam Asbab Nuzul hal 119 ) .

Maka jika dikatakan : sesungguhnya Alloh menghukumi orang tersebut sebagai munafiq karena berhukum kepada dukun .

Maka dijawab dari dua hal :

1.       Hadits ini dho’if, karena As Sya;by rahimahulloh termasuk tabi’ien maka ini mursal .

2.       Jika dianggap ini hadits shahih, maka ayat tersebut turun  turun pada seorang munafik . Sedang adanya sifat munafik pada seorang muslim belum tentu  dapat dihukumi dengan nifaq akbar, kecuali jika ada dalil lain yang menunjukkan bahwa pensifatan nifaq ini adalah karena sifat ini ( berhukum kepada selain Alloh ) .

Dalil keduabelas
Sebab nuzul yang lain, yaitu ada dua orang yang bersengketa , maka seorang dari mereka beerkata : mari kita angkat perkara ini kepada Rasululloh shollallohu alaihi wa sallam, sedang yang lain berkata : kepada Ka’ab bin Asyraf, lalu keduanya datang kepada Umar, setelah salah seorang dari mereka menceritakan kisah tersebut maka Umar berkata kepada yang tidak ridha dengan hukum Rasululloh shollalohu alaihi wa sallam : apakah benar begitu ? ia menjawab : ya , maka Umar menebasnya dengan pedang dan membunuhnya .... ( Al Wahidy dalam Asbab Nuzul hal 119 ) .

Jawab : bahwa riwayat ini adalah dari jalan Al Kalby dari Abu Shalih Badzaam dari Ibnu Abbas , terdapat empat illat :

1.       Muhammad bin Saib Al Kalby : matruk , riwayatnya ditinggalkan oleh Yahya bin Said dan Ibnu Mahdy rahimahumalloh , bbahkan Abu Hatim rahimahulloh  berkata : “ manusia telah bersepakat untuk meninggalkan haditsnya “ ( lihat tahdzibul Kamal 6/318 – 319 / 5825 ) .

2.       Baadzaam adalah dho’if , didhaifkan oleh Al Bukhary dan Ibnu Hajar rahimahumalloh . Bahkan berkata ibnu Ady rahimahulloh : “ saya tidak mengetahui seorang pun dari  mutaqaddimien yang meridhainya “ ( lihat Mizaanul I’tidal 2/3/1123, taqrib tahdzib hal 163, Al Kamil 2/258/300 ).

3.       Inqitha ( terputus sanad ) antara Badzaam dengan Ibnu Abbas radhiyallohu anhuma ; berkata Ibnu Hibban rahimahulloh : “ ia membawakan riwayat dari ibnu abbas namun tidak didengar riwayat darinya “ ..( lihat tahdzibut Tahdzib 1/211 ).

4.       Riwayat Al kalby dari Baadzaam tidak ada nilainya ; berkata Yahya Ibnu main rahimahulloh tentang Badzaam : “  jika meriwayatkan dari Al Kalby maka tidak ada nilainya “.. ( lihat tahdzibul Kamal 1/326/625 ).

Dalil ketiga belas
Sabab nuzul yang lain, yaitu ucapan Ibnu Abbas radhiyallohu anhu ; Dahulu Abu barzah Al Aslamy adalah seorang dukun yang menghakimi antar yahudi jika mereka berselisih, maka lalu datanglah sekelompok muslimin kepadanya ( untuk berhukum –pent ), maka alloh turunkan : ﴿ ألم تر إلى الذين يزعمون ﴾ ... ( Al Wahidy dalam Asbabun Nuzul hal 118, Thabrany dalam Al Kabiir 12045 ).

Berkata Al Haitsamy rahimahulloh : “ rijalnya adalah rijal shahih “ .. ( Majma’ zawaid 7/6/10934 ).

Berkata Ibnu Hajar rahimahulloh : “ dengan sanad jayyid “ .. ( Al Ishabah 7/32, dalam biografi Abu Burdah Al Aslamy rodhiyallohu anhu ) .

Jika dikatakan : Alloh nisbatkan mereka kepada nifaq karena mereka berhukum kepada dukun.

Jawab : dari dua sisi :

1.       Konteks ayat menunjukkan mereka memang munafikun, sedang ayat ibi menyebutkan salah satu sifat mereka, dan tidak ada dalil dalam ayat maupun sabab nuzul yang menunjukkan bahwa berhukumnya mereka itulah sebab mereka dihukumi nifaq. Maka barangsiapa yang melakukan perbuatan seperti itu maka dia menyerupai mereka, dan barangsiapa menyerupai munafikin dalam satu sifat maka tidak otomatis menjadi munafik nifaq akbar yang keluar dari agama.

2.       Bahwa keinginan sekelompok orang ini adalah keinginan yang kufur, yaitu keinginan ( iradah 0 yang menafikan kufur kepada Thaghut, dan telah lalu hal ini ( hal 61 ).
Dalil keempatbelas
Berkata Ibnu Katsier ketika mengomentari atas sebagian hukum perkara yang ada dalam kitab Tatar ( = Ilyasa = Ilyasiq ) : “ dan ini semua menyelisihi syariat Alloh yang diturunkan kepada hambanya dari para nabi alaihumus sholatu wa salaam, maka barangsiapa meninggalkan syariat muhkam yang diturunkan atas muhammad bin Abdillah penutup para nabi dan berhukum kepada selainnya dari syariat yang telah dimansukh maka ia kafir. Maka bagaimana lagi seorang yang berhukum kepada Ilyasa dan mendahulukannya ? maka barangsiapa melakukan itu ia kafir dengan ijma kaum muslimin “ ( Al Bidayah Wan Nihayah 13/128, hawadits sanah 624 H ) .

Maka jika dikatakan : maka ini adalah ijma atas kekafiran orang yang meninggalkan syariat dan berhukum kepada selainnya.

Maka dijawab : bahwa ijma ini hanyalah pada seorang dari dua jenis :

1.       Orang yang menghalalkan ( istihlal ) berhukum dengan selain apa yang Alloh turunkan

2.       Orang yang mengutamakan hukum selain Alloh di atas hukum Alloh.

·         Saya berkata : tidak ada perselisihan dalam kekafiran orang yang melakukan hal ini dengan istihlal ( hal 11 ) dan tafdhiel ( hal 18 ) .

Buktinya adalah : bahwa Ibnu Katsier rahimahulloh hanyalah menceritakan kekafiran Tatar dan yang melakukan seperti perbuatan mereka, dan keadaan yang ada pada mereka adalah mengkafirkan tanpa khilaf, ini dapat dijelaskan dari dua sisi :

Sisi pertama : mereka menghalalkan ( istihlal )  hukum selain yang Alloh turunkan.

Berkata Ibnu Taimiyah rahimahulloh : mereka menjadikan agama islam seperti agama yahudi dan nashrani, dan bahwa ini semua adalah jalan menuju Alloh seperti madzhab yang empat di kalangan muslimin, lalu di antara mereka ada yang merajihkan agama yahudi atau agama nasrani, dan di antara mereka ada yang merajihkan agama muslimin “ ...( Al Fatawa 28/523 ).

Sisi kedua : mereka mengutamakan hukum selain Alloh di atas hukum Alloh .

Berkata Ibnu katsier rahimahulloh tentang kitab mereka - yang mengandung hukum-hukum yang ditetapkan Jenghis Khan - : “ ia adalah sebuah kitab yang mengumpulkan hukum-hukum yang dinukil dari berbagai syariat, antara lain : yahudi, nasrani dan islam. Dan di dalamnya  banyak juga hukum yang diambil dengan sekedar pertimbangan dan keinginannya, sehingga menjadi syariat yang diikuti, mereka mendahulukannnya dari berhukum dengan Kitabulloh dan Sunnah Rasul-Nya shollallohu alaihi wa sallam, barangsiapa dari mereka melakukan itu maka ia kafir lagi wajib diperangi hingga kembali kepada hukum Alloh dan Rasul-Nya sampai tidak berhukum kepada selainnya baik sedikit atau banyak “ .. ( Tafsir 2/88, Al Maidah 50 ) .

·         Saya berkata : barangsiapa memperhatikan ini dan berpendapat dengannya, maka akan berkesesuaian padanya antara ucapan Ibnu Katsier rahimahulloh dengan ucapan para imam Sunnah dalam menukilkan Ijma yang ditetapkan untuk pelaku istihlal dan tafdhiel.

Kemudian, jika meninggalkan syariat dan berhukum padanya tanpa istihlal dan tafdhiel ada ijma – seperti yang dikatakan sebagian orang - , tentu engkau akan melihat para ulama saling menukilkannya dan menetapkannya baik ulama yang sezaman Ibnu Katsier atau sebelumnya, atau bahkan yang datang setelahnya. Bagaimana bisa demikian, bukankah justru mereka menukilkan ijma pada yang berkebalikan ? yaitu : ijma atas ketidakkafiran Ja’ir ( pemimpin dzalim ), dan telah lalu bahasan ini ( hal. 21 ) .


Fatwa terakhir Ibnu Utsaimin rahimahulloh dalam masalah berhukum dengan selain hukum yang Alloh turunkan

Yang disebut : “ At Tahrir Fy Mas’alatit Takfier “

Soal[3] : Segala puji bagi Alloh dan shalawat serta salam bagi Rasululloh , saya bersaksi tiada tuhan yang benar selain Alloh Yang Esa dan tiada sekutu baginya , dan saya bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan rasul-Nya, adapun setelah itu : maka pertanyaan ini saya sampaikan via telepon, dan direkam pula jawaban Fadhilatul Walid Syaikh Al Allamah Muhammad bin Shalih Al Utsaimin hafizhohulloh , semoga beliau dan semisalnya menjadi pengganti Samahatil Walid ( Ibnu Baz ) rahimahulloh .

Dan pertanyaan ini berkaitan seputar masalah yang banyak diperselisihkan di antara tholabatul Ilmy, dan banyak -pula - pendalilan dengan ucapan Fadhilatul Walid Al Allamah Muhammad bin Shalih Al Utsaimin hafizhahulloh Ta’ala, pertama saya sampaikan kepada Syaikh : Assalam alaikum warahmatullohi wa barokatuh, semoga Alloh menambah kepada Anda keilmuan dan mengangkat derajat Anda di dunia dan akhirat.

Fadhilatus Syaikh sallamakumulloh : di sini banyak pelajar selalu mendengungkan masalah pemerintah yang menerapkan syariat yang menyelisihi syariat Alloh Azza Wa Jalla, dan tentu tak diragukan,. Tentunya juga ia memerintah dan mewajibkannya atas rakyat, dan dijatuhkan sanksi atas orang yang melanggar, diberikan insentif bagi yang mentaati, dan syariat / aturan ini jika dilihat dalam Kitabulloh dan Sunnah Rasululloh Shollallohu alaihi Wa sallam adalah menyelisihi dan bertabrakan terhadap nash kitab dan sunnah. Syariat / aturan ini jika diwajibkan oleh pemerintah atas rakyat namun ia masih mengakui bahwa hukum Alloh itulah yang benar sedang yang lainnya adalah bathil dan bahwa yang benar adalah yang datang dalam Kitab dan Sunnah, tetapi karena syubhat atau syahwat maka terjadilah penerapan aturan ini, seperti telah banyak terjadi hali ini pada Bani Umayyah dan Bani Abbas dan pada pemerintah dzalim yang mewajibkan manusia dengan perkara yang tentunya tidak tersembunyi atas seorang semisal Anda, bahkan banyak manusia telah mengetahui bagaimana merekka mewajibkan manusia dengan perkara yang tidak diridhai Alloh Azza Wa Jalla seperti dalam perkara waris dan mereka menjadikan pemimpin otoriter sebagaimana dikhabarkan Naby shollallohu alaihi wa sallam dan mereka mendekati orang-orang jahat, menjauhkan orang-orang baik, siapa saja yang mencocoki kebatilan mereka maka mereka dekatkan sedang yang beramar ma’ruf dan anhi munkar maka bisa jadi merka perangi....dst.

Apabila pemerintah di zaman ini menerapkan syariat / aturan seperti ini ; apakah ia menjadi kafir dengan sebab syariat ini apabila diwajibkan kepada seluruh rakyat ? dalam keadaan ia masih mengakui bahwa hal itu menyelisihi Kitab dan Sunnah, dan bahwa yang benar adalah apa yang ada dalam Kitab dan Sunnah, apakah dengan sekedar perbuatannya saja orang ini menjadi kafir ? ataukah harus melihat kepada akidah / keyakinan ( yang diucapkan-pent ) nya dalam masalah ini ? seperti – misalnya – orang yang mewajibkan riba, membuka bank-banj riba di negaranya, mengambil pinjaman dari bank dunia , dan berusaha menata ekonomi negaranya seperti itu, jika Anda tanya, ia akan berkata : “ riba haram, tidak boleh “, tetapi karena krisis ekonomi, atau selainnya, ia membuat alasan –alasan semisal ini, terkadang alasan yang bisa diterima terkadang tidak. Apakah ia menjadi kafir dengan perbuatan itu ? atau tidak ?

Dengan mengaitkan bahwa banyak para pemuda menukilkan dari Anda bahwa Anda mengatakan bahwa yang ,melakukan itu maka ia kafir, sedang kami melihat di negara seluruh dunia bahwa perkara ini ada, banyak maupun sedikit, terang-terangan maupun tidak, nas’alullohal afwa wal aafiyah. Kami harap Anda Fadhilatikum menjawab pertanyaan ini, semoga Alloh Subhanahu Wa Ta’ala memberi manfaat bagi para pelajar, dan bermanfaat pula bagi para da’i di jalan Alloh Azza Wa Jalla ; karena tentunya Anda mengetahui bahwa perselisihan masalah ini telah banyak berpengaruh pada barisan dakwah ilalloh.

Demikian, dan saya ingin pula menyampaikan kepada Anda tentang kecintaan para anak murid Anda para pelajar syar’iy di negeri ini, dan bahwa mereka sangat menyukai mendengar suara Anda serta pelajaran dan nasihat dari Anda, melalui telpon atau selainnya. Semoga Alloh Ta’ala menerima kebaikan amal kita semua.

Pertanyaan ini disampaikan oleh murid Anda Abul Hasan Musthofa bin Ismail As Sulaimany dari Ma’rib Yaman pada tanggal 22 Rabiul Awal 1420 H, Wassalam alaikum wa rahmatullohi wa barokatuh.

Al jawab :
[ Mukaddimah ]
Segala puji bagi Alloh Rabbul alamin, semoga salam dan shalawat terlimpah atas nabi kita Muhammad dan atas keluarga serta shahabat dan seluruh yang mengikuti mereka dengan baik hingga hari kiamat. Adapun setelah itu :
[ tanggal fatwa ]
Maka pada hari ini , hari selasa bulan Rabie’ Al Awwal tahun 1420, saya telah menyimak kaset yang tertulis dari Saudara kami Abul Hasan di Ma;rib, ia memulai dengan salam , maka saya jawab : wa alaikum salam wa rahmatullohi wa barokatuh.
[ bahaya takfir ]
Adapun yang disebut tentang takfir, maka ini adalah masalah yang besar , agung, tidak boleh menetapkan dalam masalah ini  kecuali thalibul ilmi yang memahami dan mengetahui kalimat dan maknanya, mengerti akibat yang berkaitan dengan vonis kafir atau tidak. Adapun keumuman manusia, maka menetapkan takfir atau tidak dalam perkara seperti ini akan menimbulkan banyak mafsadah.
[ nasihat berharga ]
Dan yang saya lihat pertama kali ( untuk dinasihatkan-pent ) adalah agar para pemuda tidak menyibukkan diri dengan masalah ini, apakah pemerintah itu kafir atau tidak ? apakah boleh memberontak atau tidak ?.. kewajiban mereka para pemuda adalah untuk memperhatikan ibadah yang Alloh wajibkan atas mereka, atau sunnah, dan agar mereka meninggalkan apa yang Alloh larang baik haram ataupun makruh. Dan agar mereka semangat untuk menyatukan hati diantara mereka, dan untuk bersatu, dan agar mereka mengetahui bahwa ikhtilaf dalam masalah agama dan ilmu telah terjadi sejak zaman shahabat radhiyallohu anhum tetapi tidak menimbulkan perpecahan, hatri mereka satu, dan manhaj mereka satu .
[ rincian masalah ]
Adapun yang berkaitan dengan berhukum dengan selain yang Alloh turunkan, maka hal itu seperti yang ada dalam Kitabulloh Al Aziz, terbagi kepada tiga bagian, kufur, dzalim dan fasiq ; sesuai sebab-sebab yang dibangun hukum ini di atasnya.

Jika seorang memutuskan dengan hukum selain yang Alloh turnkan karena mengikuti hawa nafsu bersama masih mengetahui bahwa yang benar adalah yang Alloh putuskan, maka ini tidak kafir tetapi antara fasiq dan dzalim.

Adapun jika ia menetapkan hukum umum yang diterapkan bagi semua orang, ia melihat hal itu termasuk maslahat, dan ia tersamar syubhat ; maka tidak kafir juga ; karena banyak dari pemerintah yang masih bodoh dalam ilmu syariat / agama, dan berhubungan dengan orang-orang yang tidak mengenal hukum syar’iy, sedang mereka menganggapnya sebagi ulama besar maka terjadilah penyelisihan .

Dan jika dia mengetahui syariat tetapi memutuskan hukum itu, atau menyusun hukum itu dan menjadikannya sebagai undang-undang yang dijalani seluruh rakyat, ia meyakini dirinya dzalim dengan perbuatan ini, dan bahwa yang benar adalah yang ada dalam Kitab dan Sunnah, maka kita tidak bisa mengkafirkan orang ini .

Yang kita kafirkan hanyalah : yang memandang bahwa hukum selain Alloh lebih utama jika diikuti manusia, atau sama seperti hukum Alloh Azza Wa Jalla, maka orang ini kafir, karena dia mukadzib ( mendustakan ), karena Alloh Tabaraka Wa Ta’ala berfirman :

[ أليس الله بأحكم الحاكمين ] [ التين ٨ ]

Artinya : bukankah Alloh adalah hakim yang paling adil ? ( QS. Tien 8 )

Dan firman Alloh :

[ أفحكم الجاهلية يبغون ومن أحسن من الله حكماً لقوم يوقنون ] [ المائدة ٥۰ ]

Artinya ; apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki ? siapakah yang lebih baih hukumnya dari Alloh bagi kaum yang yakin ( QS. Al Maidah 50 ).
[ tidak ada kaitan langsung antara takfir dengan memberontak ]
Kemudian, dalam masalah-masalah ini ; tidak berarti jika kita telah mengkafirkan seseorang maka wajib kita memberontak , karena pemberontakan akan menimbulkan banyak mafsadah yang besar yang lebih besar daripada diam, dan kita saat ini tidak bisa memberikan contoh dari apa yang telah terjadi dalam hal ini pada bangsa arab maupun selain arab.
[ diantara syarat memberontak atas penguasa kafir ]
Dan hanya saja , jika kita benar-benar telah menyimpulkan bolehnya memberontak  secara syariat, maka kita harus telah memiliki persiapan dan kekuatan sama seperti kekuatan penguasa atau lebih besar lagi .
[ memberontak tanpa ada kemampuan adalah kebodohan ]
Adapun jika rakyat memberontak dengan modal pisau dapur dan bambu runcing, sedangkan mereka memilki tank dan roket bom dan lainnya ; maka ini adalah kebodohan tanpa diragukan lagi dan menyelisihi syariat “ fatwa selesai.
Penutup kitab
Saya memohon kepada Alloh agar memberi hidayah kepada seluruh pemerintah, dan taufiq agar mereka berhukum dengan Kitabulloh dan Sunnah Nabi shollallohu alaihi wa sallam, dan agar mereka semua bersatu di atas kebenaran, dan menjadikan mereka sebagai pembela dan pelayan islam dan muslimin.

Sebagaimana saya memohon kepada Alloh Ta’ala agar memberi hidayah kepada yang tersesat dari kaum  muslimin, dan menyatukan hati-hati mereka, dan menjadikan kami dan mereka dapat melihat dengan jelas kebenaran sebagi kebenaran dan menjadikan kita semua mempu mengikutinya serta jelas bagi kita batil sebagi batil serta menjadikan kita mampu meninggalkannya.

Wal hamdu lillah dauman wa abadan, dhahiran wa bathinan, wa shollallohu ala nabiyyina Muhammad wa alihi wa shahbihi  wa sallam . Wassalam alaikum wa rahmatullohi wa barokatuh.

Akhukum / Bandar bin Nayif Al Mihyani al Utaiby

27/1/1427 H

Penerjemah : Ustadz Abdul Hakim Lc
---------------
[1] . berkata Ibnu Taimiyah tentang tafsir tabiien rahimahumulloh : “ jika mereka berijma atas sesuatu maka tidak diragukan bahwa itu adalah hujjah, adapun jika mereka berikhtilaf maka ucapan sebagian mereka tidak menjadi hujjah atas ucapan yang lain, tidak pula atas orang yang setelah mereka, maka harus dikembalikan kepada bahasa Al Quran atau Sunnah atau keumuman bahasa arab atau ucapan para shahabat dalam hal itu “ ( Al Fatawa 13/370 ).

Beliau juga berkata rahimahulloh : “ siapa saja yang menyeleweng dari pendapat shahabat dan tabiien dan tafsir mereka kepada yang menyelisihi itu, maka dia salah dalam hal itu, bahkan mubtadie’, adapun jika ia mujtahid maka ia diampuni kesalahannya “ ( Al Fatawa : 13/361 ).

[2] . demikian ! bisa jadi ungkapan ini terbalik , dan yang benar : “ keyakinan dan iman mereka tentang keharaman yang haram dan kehalalan yang halal tetap / tidak berubah “ .

[3] . saya mengambil fatwa ini dari kaset : “ Attahrir fy Mas’alatit Takfier “, diproduksi oleh Tasjilat Ibnul Qayyim Kuwait, dan saya pisahkan antar paragrafnya dengan menambah judul di antara tanda kurung [ ] .

diambil dari situs http://firanda.com/index.php/artikel/aqidah

FREE WORLDWIDE SHIPPING

BUY ONLINE - PICK UP AT STORE

ONLINE BOOKING SERVICE